Sang Raja dan para oportunis

Ramai sekali di pintu gerbang Yerusalem. Orang-orang tumpah ruah di jalan menyambut Kristus Raja Abadi. 

"Hosana! Hosana! Hosana Putra Daud!" teriak mereka. 

Saking bersemangatnya, ada yang memotong daun-daun, terutama daun palma yang lebih besar untuk dilambai-lambaikan. Yang lain malah mengeluarkan jubah dan menjadikannya karpet. 

Mereka tidak peduli bahwa "Sang Raja" yang mereka elu-elukan itu hanya menunggang seekor keledai, keledai betina pula. Pokoknya, mereka sudah sungguh-sungguh yakin itulah Raja Agung, tidak jadi soal bahwa dia hanya punya keledai, betina, dan dapat minjem lagi. Tidak juga jadi soal, dia tidak punya pengawal, kecuali 12 orang teman yang tidak memiliki senjata. Dan alas kakinya hanya sendal ikat, yang kotor dan berdebu. 

Mereka larut dalam keramaian, gegap gempita, sorak-sorai penuh harapan. 

Apa pun, bagaimana pun, Dia adalah Raja. He is the only one. 

Eh, apa yang terjadi kemudian? Hanya enam hari setelah itu, ketika Raja Agung itu tidak berdaya, dirantai, dan dihajar, ramai-ramai mereka berteriak : 

"Salibkan Dia! Salibkan Dia! Salibkan Dia!"

Mereka juga larut dalam keramaian, gemuruh dan huru-hara.

Para oportunis yang ikut ramai, mereka hanya peramai. Mereka hanya suka keramaian. 

    Aku? 

    Ya, kau! Di mana kau saat itu?

     Mmmmm....

    Kau diam? Ikut teriak?

     Mmmmm....

    Awas kalau kau hanya peramai, oportunis dan latah di jalan-Nya!