Gereja dan Dunia - kelas XI - Sem. 2
V. Gereja dan Dunia
I.
Permasalah
Dunia Sekarang ini.
A. Perang.
Perang adalah persaingan yang tujuannya
memenangkan diri atau pihak sendiri dan mengalahkan, merugikan atau
menghancurkan pihak lawan. Semua perang
selalu ada korban, selain korban menjadi tujuan, korban bisa juga merupakan
dampaknya.
Perang
terjadi karena alasan negative : arogansi
untuk menguasai pihak lain (fisik, psikis, ekonomi, sosial, agama, dll). Positif : melepaskan diri dari
kekuasaan pihak lain (melawan penjajah, penindasan, ketidak-adilan, dll).
B. Kemiskinan.
Miskin
berarti situasi ketidak-berdayaan untuk hidup secara pantas dalam hal sandang,
pangan dan papan. Miskin tampak dari situasi tidak memiliki atau
ketidakpunyaan. Ketidakpunyaan ini bisa
saja soal kemampuan ekonomi : tidak memiliki harta atau uang untuk mencapai
hidup standar hidup. Atau
ketidakkeberdayaan sebagai manusia: misalnya pesimistis, apatis, egois,
asocial, hopeless.
Penyebab
Kemiskinan.
1.
Kemiskinan bisa karena struktur yang tidak adil dan
menindas. Orang kaya menguasai struktur untuk menguntungkan diri sendiri,
misalnya : orang kaya membuka toko ritel yang besar, nyaman dan murah sehingga
warung kecil langsung mati. Dan mereka diizinkan beroperasi oleh
pemerintah. Atau sekolah cenderung mahal
sehingga menutup warga miskin untuk jadi maju, maka yang miskin selamanya tetap
tidak maju karena tidak akan pernah bisa sekolah. Sarana transportasi yang terputus,
menghalangi warga desa untuk maju.
2.
Atau karena diri sendiri : kemalasan,
kebodohan, rendah diri dan takut, dihukum karena kriminal.
C. Ketidakadilan
Sosial.
Adil adalah bahwa
tiap orang hidup menurut haknya. Bertindak adil adalah memberikan orang apa yang menjadi
haknya. Hidup secara adil berarti hidup berdasarkan batasan hak. Adil
terhadap Negara, misalnya, rajin dan jujur membayar pajak. Adil terhadap
sekolah, menaati aturan sekolah, termasuk membayar uang sekolah tepat waktu.
Maka bertindak tidak adil berarti mengambil
atau merampas atau mengabaikan hak orang lain atau diri sendiri. Ketidakadilan sosial berarti ada
masyarakat yang haknya diabaikan, dirampas atau diambil. Masalah ini muncul karena struktur yang jelek. Struktur ini bisa saja menguntungkan orang lain,
artinya hak mereka sangat diperhatikan, bahkan yang bukan menjadi hak mereka
pun diberikan. Atau karena egoisme pribadi dan kelompok. Korupsi juga merupakan
bentuk ketidakadilan sosial, seseorang atau kelompok mengambil apa yg bukan
haknya sehingga separuh hak rakyat (orang lain) berkurang atau diabaikan.
D. Perusakan
Lingkungan.
Ada tiga sifat dasar manusia
yang menyebabkan persoalan ini :
1.
Arogansi : manusia merasa berkuasa atas alam, dan boleh
bertindak sesuka hatinya. Alam dianggap pelayan yang menyediakan semua
kebutuhan manusia. Karena itu manusia bebas menebang hutan untuk mengambil
kayunya, mengeruk gunung untuk mengambil kapurnya, melubangi bumi untuk
mengambil batu mulia.
2.
Materialisme : Manusia berusaha makin kaya dan punya harta banyak.
Maka alam dikeruk, hutan digundul untuk dijadikan area perumahan, agar
pengembang makin kaya, sawah ditimbul lalu didirikan hotel atau supermarket,
dll.
3.
Hedonisme : Apa gunanya emas? Bukankah itu hanya batu yang
mengkilat? Emas adalah prestise, orang punya emas merasa diri sangat istimewa
dan tampak kaya. Menjadi tampak kaya itu asyik dan nikmat. Kenikmatan dan kemudahan hidup itu yang
dihendaki manusia, kendaraan diciptakan untuk memudahkan manusia berpindah
tempat. Kita tidak mau lagi bersusah-susah.
Akibatnya muncul masalah krusial : pemanasan global / Global warning
yakni terjebaknya panas matahari dalam
atmosfer. Atmosfer bumi yang sebelumnya
adalah senyawa transparan yang dapat dilewati oleh panas matahari, kini menjadi
pekat mirip selimut di sekitar bumi. Maka panas matahari yang masuk ke bumi
sebagian besar tidak bisa keluar lagi. Selain karena produksi polusi makin
meningkat, makhluk yang sebelumnya bertugas menghirup zat berbahaya (CO2, N2O,
CH4, H2O, CFC), kita tebang, tempat
hidup mereka (hutan) dijadikan kota baru atau lahan perkebunan.
Akibatnya : Ekologi : terjadinya perubahan iklim yang drastic beberapa tahun
terakhir, perubahan ini akan berdampak cuaca yang ekstrim : badai, hujan lebat
penyebab banjir, longsor. Juga berakibat buruk pada daya tahan tumbuhan. Banyak
tumbuhan pangan yang tidak kuat suhu panas sehingga gagal berbunga dan berbuah,
demikian pula ganggang tempat tinggal
ikan kecil, alga. Kematian tumbuhan berakibat pada putusnya rantai makanan.
Sementara itu banyak virus yang makin pintar
beradapati. Area mereka makin luas. Nyamuk yg dulu tinggal di daerah pesisir
pantai kini juga ada di pegunungan yg dulunya
dingin. Sosial : di suatu
wilayah sudah terjadi kemarau panjang yang menyebabkan gagal panen. Di tempat
lain terjadi curah hujan tinggi menyebabkan banjir, tanah longsor, sehingga
pertanian gagal panen. Naiknya permukaan air laut menimbulkan gelombang
pengunsian.
E. Perkembangan
IPTEK.
Selain berdampak sangat
positif pada kemajuan dan keberadaban manusia, IPTEK juga membawa perubahan
sosial yang besar. Masyarakat bisa lebih egoistis dan asocial, nilai
interpersonal memudar, muncul mental instan, sekat wilayah pribadi semakin
kecil.
II.
Gereja Dan
Dunia
Sebelum Konsili Vatikan II pandangan
gereja tentang dunia sangatlah beda, ada dikotomi yang kontras :
Baik
|
Kudus
|
Surga
|
Gereja
|
Jiwa
|
Roh
|
Kaya
|
Laki2
|
Raja
|
Tuan
|
Buruk
|
Dosa
|
Neraka
|
Dunia
|
Raga
|
Daging
|
Miskin
|
Perempuan
|
Rakyat
|
Hamba
|
Perhatikan kesejajarannya. Kedua
golongan itu saling menjauh. Gereja harus terpisah dan berbeda dari dunia. Maka
Gereja pra K.V II, tampak kuat berciri institusional dan structural, umat
menjadi bagian bawah, penerima.
Namun setelah K.V II pandangan gereja terhadap dunia berubah total.
a. Gereja melihat dirinya sebagai sakramen keselamatan bagi dunia. Dunia tidak lagi dijauhi dan dibenci tapi didekati dan dikasihi ditawarkan keselamatan.
b. Dunia dijadikan teman dialog, untuk bersama-sama membangun manusia yang utuh dan kudus lewat nilai-nilai budaya, adat istiadat, tekonologi.
c. Dunia dihormati otonomi dengan ciri sekulernya (duniawinya). Itu tidaklah jahat, tetapi aslinya bertujuan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan manusia. Jika dunia terlalu duniawi (sekuler) maka kembali ke nomor a) gereja menjaga dan menawarkan keselamtana.
Paus Yohanes XXIII
Konsili adalah rapat akbar para uskup
seluruh dunia untuk merumuskan banyak hal penting termasuk pokok-pokok ajaran
iman. Paling terkenal adalah Konsili
Vatikan II (KV.II).
Konsili dimotori oleh Paus Yohanes
XXIII. Paus ini sudah sepuh, dan dipilih sebagai masa peralihan karena belum
ada Paus yang sungguh dapat diyakini dapat memimpin. Faktanya, Paus yang
diragukan ini justru membuat keputusan besar yang hebat. Secara simbolis, di
hari pertama dia menyuruh membuka jendela-jendela tempat tinggalnya, “agar
udara bau busuk di dalam dapat keluar, dan udara segar dari luar bisa masuk,”
begitu katanya. Oktober 1962. Gerakan
pembaharuan dan gereja yang membuka diri ini dia sebut, “aggiornamento.”
Gaudium et Spes.
Dalam KV. II lahirlah sebuah dokumen
penting : Gaudium et Spes (GS: Kegembiraan
dan Harapan). Dalam dokumen ini, jarak antara gereja dan dunia dihilangkan.
Dunia tidak dipandang sebagai buruk dan jahat, penuh dosa, maka harus dijauhi,
sebaliknya duka dan kecemasan, gembiraan dan harapan dunia menjadi duka dan
kecemasan, kegembiraan dan harapan gereja.
Gereja harus masuk dan menyatu dengan dunia untuk membuatnya bermartabat,
itulah yang dilakukan Kristus. Dunia dipandang lebih positif.
Semua manusia dilihat sama martabatnya.
Mazmur 8:5-7, “…Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan
memahkotainya dengan KEMULIAAN dan HORMAT…..”
Tidak adalagi dikotomi laki-laki dan perempuan, raja dan rakyat, Pastor
dan Umat, semuanya dihormati sama, semuanya butuh diselamatkan. Maka GS art. 3 mengatakan, gereja hadir
untuk melayani bukan dilayani. Semua umat berhak atas kabar gembira dari Tuhan.
Gereja
menolak segala macam perbudakan atau tindakan yang melecehkan dan merendahkan
manusia.
Peran Gereja dalam Masalah Dunia
1. Gereja dan
Perdamaian Dunia
Damai
bukan hanya tidak ada perang. Damai mengandaikan adanya tatan sosial yang adil,
sama dan serasa, yang menjamin kebebasan, ketenang dan keamanan semua orang.
Intinya bila semua orang bisa hidup bebas dan nyaman, di situ telah ada
damai. GS art.78 menyuruh kita untuk
melakukan KEBENARAN dalam CINTA KASIH, agar tercipta perdamaian dan persatuan
sesama manusia.
Ketidakdamaian
dunia sekarang juga disebabkan oleh kesenjangan antara rakyat miskin dan kaya,
Negara kaya dan Negara miskin. Maka Paus Yohanes XXIII dalam Mater et Magistra
(1961) dan Pacem in Teris (1963)
2. Gereja dan
Kaum Miskin.
Sebab
kemiskinan telah dibahas sebelumnya. Tugas gereja adalah ikut berusaha untuk
menghilangkan penyebabnya. Paus Yohanes Paulus II mengajak kita dalam
ensikliknya Sollicituo Rei Socialis, agar memperhatikan kaum miskin dengan serius. Lalu
lahirlah konsep option for the
poor. Konsep ini aslinya sudah ada
dalam Octogessimo adveniens (1971), dari Paus Paulus VI.
Paus Paulus VI, menyeruhkan agar kita mesti lebih hormat pada kaum miskin,
terhadap hak mereka untuk berkembang.
3. Gereja dan
Penegakan Keadilan.
Adil
adalah situasi yang seimbang, tidak berat sebelah. Adil berarti hidup pada
kebenaran. Lebih dari itu, bertindak adil berarti memberikan orang apa yang
menjadi hak. Dengan definisi ini kita dengan mudah mengenal tindakan yang tidak
adil : Rakyat tidak mendapat haknya untuk hidup sejahtera, pekerja / kaum buruh
tidak mendapat haknya pantas bahkan diabaikan. Hak petani atas lahannya diambil
oleh pemilik modal untuk dijadikan pabrik. Revolusi Industri abad 18 (1750-1850), ternyata
berdampak buruk pada kaum buruh. Tenaga manusia diganti oleh mesin sehingga terjadi PHK besar-besaran. Kaum buruh yang masih bekerja pun dianggap mesin, dipaksan bekerja keras dengan upah sangat minim. Situasi
ini diterangkan dengan jelas dalam ensiklik Paus Leo XIII, Rerum Novarum (1891). Paus menentang situasi tidak manusiawi dan perbudakan yg
dialami para buruh / pekerja. Bahkan 40 tahun kemudian situasinya belum banyak
berubah, maka Paus Pius XI menulis ulang ide Paus Leo dalam Quadragesimo Anno. Paus Pius menganjurkan agar
tatanan sosial harus diatur ulang.
4. Gereja dan
Pelestarian Keutuhan Ciptaan.
Hidup
pada abad teknologi Paus Yohanes Paulus II harus bicara juga tentang Lingkungan
Hidup yang menjadi efek samping dari kemajuan dunia. Ini ditulisnya dalam Sollicitudo Rei Socialis art. 34. Pertama
: tidak memakai seenaknya
aneka macam makhluk hidup atau tidak, biotik atau abiotic, meskipun untuk
kebutuhan ekonomi. Kedua: sadarilah bahwa sumber-sumber energy alam
itu terbatas, bahkan ada yg tidak dapat diperbaharui lagi. Ketiga: mutu
kehidupan daerah industry sangat buruk karena pencemaran lingkungan.
5. Keterlibatanku
dalam Membangun Dunia yg Adil, Damai dan Sejahtera.
Gaudium
et Spes, art. 26 melihat SEJAHTERA sebagai kondisi hidup masyarakat agar tiap
anggota atau kelompok, pribadi atau suatu kelompok dapat hidup secara utuh,
penuh untuk mencapai kesejahteraan mereka sendiri. Setiap kelompok atau pribadi
mesti memperhitungkan kebutuhan dan aspirasi kelompok lain. Adil, damai dan
sejahtera itu berarti tiap orang terjamin haknya untuk memiliki sesuatu yang
menjamin martabatnya sebagai manusia.
D.
Ajaran Sosial Gereja.
Ajaran Sosial Gereja (ASG) adalah ajaran Gereja mengenai hak dan kewajiban
berbagai anggota masyarakat dalam hubungannya dengan kebaikan bersama, baik
dalam lingkup nasional maupun internasional.
ASG
sebelum Konsili Vatikan II
a.
Rerum Novarum (1891) : oleh Paus Leo XIII. (Hal-hal
Baru)
Promosi
martabat manusia lewat keadilan upah pekerja; setiap manusia memiliki hak milik
pribadi (melawan gagasan Marxis-komunis – revolusi industri). Gereja bertugas membangun
keadilan sosial, pembelaan terhadap kaum
buruh. 3 hal yang harus dihargai sama sebagai pembentuk ekonomi : Buruh, Modal
dan Negara.
b.
Quadragesimo Anno (1931) : oleh Paus Pius XI. (Dalam
40 tahun)
Peringatan 40 tahun Rerum Novarum. Menegaskan kembali
hak dan kewajiban Gereja dalam permasalah sosial, mengecam kapitalisme,
persaingan pasar bebas dan komunisme. Kaum buruh berhak atas milik pribadi, hak
kaum buruh atas kerja, upah yg adil, serta hak berserikat.
c.
Mater et Magistra (1961) : oleh Paus Yohanes XXIII. (Ibu
dan Guru)
Ajakan bagi semua Kristiani dan orang-orang yg
berkehendak baik untuk bersama-sama menciptakan lembaga-lembaga sosial (local,
nasional, internasional) demi menjaga martabat manusia dan menegakan keadilan
serta perdamaian. Seruan yang sama
ditulisnya lagi dalam …
d.
Pacem in Terris (1963), oleh
Paus Yohanes
XXIII
(Damai di Bumi)
Tata dunia, tata negara, relasi antarwarga masyarakat dan
negara, struktur negara (bagaimana diatur); hubungan internasional antarbangsa;
seruan agar dihentikannya perlombaan
senjata; soal “Cold War” (perang dingin) oleh produksi senjata nuklir.
ASG
setelah Konsili Vatikan II (KVII :1962 –
1965)
a.
Paus Yohanes
XXIII membuka Konsili Vatikan II (11 Oktober 1962) Selama tiga tahun para kardinal dan uskup
mendiskusikan hakikat Gereja dan perutusan ke dunia serta di dalam dunia.
Mereka menghasilkan konstitusi (aturan) Pastoral
Gaudium et Spes (Kegembiraan dan
Harapan). Isinya : Tugas khas gereja adalah menjadi terang dan kekuatan bagi
masyarakat manusia menurut hukum ilahi.
b.
Populorum
Progressio (1967), oleh Paus Paulus VI.
(Perkembangan
Masyarakat)
Negara-negara
kaya dan miskin meski bekerja sama dalam membangun semangat solidaritas, demi
mangatasi masalah kemiskinan, kelaparan dan ketidakadilan structural.
c.
Octogesimo
Adveniens (1971), oleh Paus Paulus VI.
(Ulang
tahun ke-80)
Merayaan
80 tahun Rerum Novarum. Ada kesulitan untuk membentuk tatanan (keteraturan
sosial) baru. Kesulitan ini terjadi pada proses pembentukan tatanan baru itu
sendiri. Entah karena mentalitas pelaku pembaharuan yang belum siap atau karena
apa yang mau dirubah juga menolak adanya pembaharuan. Maka Paus meminta semua
umat Kristiani untuk melihat
d.
Laborem Exercens (1981), oleh Paus Yohanes Paulus II. (Dalam Kerja Manusia)
Memuat
makna kerja manusia. Bahwa bekerja berarti mengembangkan karya Allah dan ikut
serta dalam sejarah penyelamatan. Dan bahwa tenaga keraja (pekerja) harus lebih
utama dari pada alat dan teknologi atau model.
e.
Sallicitudoe Rei Socialis (1987), oleh Paus Yohanes
Paulus II. (Kepedulian Sosial).
Mengingatkan
kita semua bahwa ada struktur-struktur dosa yang membelenggu dalam masyarakat. Paus
juga menegaskan kembali bahwa masih banyak orang-orang kecil yang di-objek-kan (menjadi
korban) dalam pembangunan.
f.
Contessimus Annus (1991),
oleh Paus Yohanes Paulus II. (100
tahun)
Seruan
paus agar gereja terus belajar di dalam dan bersama pelbagai macam persoalan-persoalan
sosial.
Ajaran Sosial Gereja Di Indonesia.
Ajaran Sosial Gereja di Indonesia sampai saat ini belum menjadi
gerakan bersama seluruh umat. Gerakan itu
masih sporadic dan dilakukan oleh kelompok, yakni mereka yang berada paling
dekat dengan otoritas gereja atau mereka yang berada di dalamnya.
Misalnya, para kongregasi biarawati /
biarawati berusaha memberdayakan masyarakat dengan membangun sekolah, rumah
sakit.
Beberapa tokoh muncul, misalnya Rm.
Sandyawan, SJ, yang dekat dan berjuang bersama dengan kaum buruh di Jakarta.
Rm. Magnis Suseno, SJ, aktif menjadi pengamat budaya dan politik yang sering
bersuara untuk menjaga etika politik. Rm. Mangunwijaya,Pr pejuang dan pembela
hak-hak kaum kecil dan termarginal di Yogyakarta. Rm. Marsel Agot, SVD yang
membuat hutan lindung di wilayah kering Labuhan Bajo – Flores.
10 tahun belakangan muncul gerakan
koperasi (Credit Union) yang ternyata banyak menolong warga untuk berkembang
secara ekonomi.
Namun gerakan itu belum maksimal menjadi
gerakan seluruh umat, karena :
1.
Gereja Indonesia masih berfokus
pada ritual peribadatan. Orang yang kaya
merasa sudah cukup bila memberi kolekte lebih banyak, ikut panitia pembangunan
gereja, panitia natal dan paskah, aktif dalam kegiatan katekese.
2.
Menghadapi
persoalan sosial, gereja masih terbatas pada pengetahuan / teori. Mengatasinya masih pada level seminar, teori,
motivasi. Mendekati orang miskin, gereja masih sekedar karikatif : memberi
sumbangan. Usaha untuk mengubah struktur masyarakat, atau pendampingan sumber
daya manusia belum luas dilakukan.
3.
Umat Gereja sering bersembunyi
di balik ungkapan dan perasaan “minoritas”
sehingga takut, segan atau tidak mau bergerak.
Berbeda dengan gerakan Gereja
Amerika Latin, yang sangat progressive
dan revolusiener. Malahan mereka memiliki konsep Teologi
Pembebasan. Teologi mengajarkan bahwa
keselamatan itu adalah situasi bebas dari tekanan kemiskinan, perbudakan,
ketidakadilan. Maka kebebasan itu harus diperjuangkan, bila perlu dengan
revolusi. Di tempat ini, gereja sungguh terasa ada di tengah masyakat untuk
berjuang bersama Dari sana kita kenal Mgr. Oscar
Romero dari El-Salvador, Mgr. Dom Helder
Camara dari Brasil.
***
Comments
Post a Comment