INTERAKSI SOSIAL
INTERAKSI SOSIAL
1. Interaksi Sosial :
Adalah : Hubungan sosial yang dinamis (timbal balik) antara induvidu dengan induvidu, induvidu dan kelompok.
Karl dan Yoel mendaftarkan sumber informasi yg mendasari interaksi, yang menjadi informasi paling pertama orang memulai saling berinteraksi.
a. Warna kulit : kulit dapat mewakili ras. Biasanya orang lebih gampang memulai interaksi kepada orang yang memiliki warna kulit relative sama, karena merasa satu ras.
b. Usia : mengetahui atau menduga usia seseorang langsung membuat kita menyesuaikan pola interaksi. Berinteraksi dengan bayi pasti sangat berbeda ketika kita berinteraksi dgn orang tua.
c. Jenis Kelamin
d. Bentuk Tubuh
e. Pakaian :
f. Wacana : topik pembicaraan.
Semuanya ini adalah komunikasi pertama yang langsung tampak, dari sini orang dapat berinteraksi dengan lebih tepat.
2. SYARAT Berlangsungnya Interaksi Sosial
a. Kontak Sosial
Menurut Caranya :
Kontak Primer : bila terjadi tatap muka, kontak langsung.
Kontak Sekunder : bila dilakukan lewat perantara atau media (SMS, e-mail, Facebook)
Menurut sifat/ tujuannya:
Kontak Positif : mengarah pada suatu kerja sama.
Kontak Negatif : mengarah pada suatu pertentangan atau sama sekali tidak ada menghasilkan interaksi social. Misalnya : perkelahian. Atau bicara dengan seseorang yang ternyata bisu tuli.
b. Komunikasi :
Suatu proses memaknai suatu informasi, sikap, dan perilaku orang lain sehingga memunginkan seseorang untuk memberikan tanggapan.
Jenisnya :
1. Menurut Hakikatnya :
a. Komunikasi verbal : diucap langsung maupun tertulis. Unsur-unsurnya:
Vocabulary, Racing, Intonasi, humor, singkat dan jelas, timing
b. Komunikasi nonverbal : Bahasa tubuh, isyarat tanpa kata-kata.
Unsurnya : ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, postur tubuh, suara non vocal, isyarat.
2. Menurut Prosesnya : Langsung atau tidak langsung.
3. Menurut Arahnya: Monolog (siaran tv, koran), Dialog (memungkinkan saling tanggapan).
4. Menurut Sifatnya: Nonformal (tidak ada aturan, ngobrol, nasehat ayah kepada anaknya), Formal (ada aturan, misalnya dalam debat, diskusi dalam seminar)
5. Menurut Sasarannya : Induvidual dan Massal (sosialisasi).
3. Sifat Interaksi Sosial
a. Aksidental : tidak terencana, mis. Menyapa dan ngobrol dengan guru yang bertemu di swalayan.
b. Berulang, tak terencana : mis. menyapa penjaga kantin.
c. Teratur, tidak terencana: mis. Bertemu dan menyapa dan menyalami satpam tiap pagi.
d. Terencana, atau karena aturan, atau karena kebiasaan : mis. Tiap pkl. 10.10, jam istirahat akan bertemu dan menyapa ibu kantin, ngobrol dengan teman di kantin.
4. Bentuk-bentuk Interaksi social (menurut : J.P. Gillin dan J.L Gillin)
A. Proses Asosiasi : Adanya gerakan pendekatan atau penyatuan.
a. Kerja sama (Cooperation)
Bekerja bersama-sama karena sama-sama punya kepentingan. Dengan beberapa cara, misalnya : tolong menolong secara rukun, tawar menawar (Bargaining), Kooptasi (menerima unsur-unsur baru dalam kepemimpinan), Koalisi (penggabungan dua organisasi yang berbeda untuk satu tujuan), Patungan (bersama menanggung biaya kerja sama dan mendapat pembagian yang sama juga dari hasil kegiatan).
b. Akomodasi (Accomodation)
Proses tercapainya kesepakatan yang dapat diterima oleh pihak-pihak yg sedang bersengketa. Tiap pihak bersedia melakukan interaksi, saling terbuka dan menerima meski tetap ada perbedaan dan bahkan pertentangan.
c. Asimilasi (Assimilation) :
Proses interaksi yang ditandai dengan adanya usaha pengurangan perbedaan antara pihak-pihak terkait, demi tujuan bersama. (dialog – perkawinan campur).
d. Akulturasi (Acculturation)
Proses interaksi budaya, dimana budaya lokal menerima budaya baru bahkan menyerap.
B. Proses Diasosiasi : Adanya gerakan menjauh atau berlawanan.
a. Persaingan (competition) : Berlomba untuk mencapai atau mendapatkan apa yang menjadi tujuan bersama. Misal, mencapai kesuksesan, mendapat mobil, juara.
b. Kontravensi : proses interaksi social antara persaingan dan konflik., bentuknya:
- Yang umum, seperti menolak kerja sama, melawan, menghalang-halangi, mengacaukan rencana pihak lain.
- Yang Sederhana,misal : membantah atau menyangkap pernyataan orang lain di muka umum, memaki lewat media social.
- Cara Intensif : lebih serius, terencana melakukan perlawanan. Misal, melakukan penghasutan terhadap orang lain, menyebarkan fitnah.
- Cara rahasia : misal, membocorkan rahasia pihak lain, pengkhianatan.
- Cara taktik : misal, mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain.
c. Pertentangan atau Konflik : proses interaksi social yang saling berlawanan. Ada pertentangan alamiah antara pihak – pihak yang terkait.
Misalya : beda perasaan (hobby, selera), beda kebudayaan, beda kepentingan, beda status social, adanya kesenjangan, adanya perubahan social yang mendadak.
5. Faktor yang mempengaruhi Interaksi Sosial :
1. Imitasi : Meniru atau mengikuti prilaku pihak lain. Gabriel Tarde (1890) : seluruh kehidupan social sebenarnya hanya proses imitasi dari masyarakat sebelumnya.
Ada imitasi yang positif : meniru atau mewarisi nilai dan norma.
Ada imitasi negative : meniru atau mengikuti prilaku yang buruk.
2. Sugesti : Memberikan suatu padangan atau pengaruh kepada pihak lain dengan cara-cara tertentu sehingga pihak yang dipengaruhi menerimanya tanpa pertimbangan (filterisasi).
Sugesti bisa terjadi jika :
a. Ada hambatan untuk berpikir kritis.
b. Induvidu sedang kebingungan, tanpa pegangan keyakinan.
c. Mendapat dukungan dari banyak pihak lain.
d. Berasal dari pihak yang berkuasa.
e. Pribadi sedang memiliki pandangan serupa tapi masih ragu.
f. Ada penguatan dengan menggunakan otoritas yang tinggi, misalnya memakai ayat kitab suci.
Bentuknya : Auto sugesti (sugesti pada diri sendiri) & Hetro Sugesti (berasal dari orang lain).
3. Indentifikasi: kecendrungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain, misalnya mengikuti tokoh idola/
a. Identifikasi Kelas : seorang gadis desa meniru kehidupan gadis-gadis kota kelas atas.
b. Identifikasi Defensif : Identifikasi karena ketakutan. Misalnya, seorang pemuda mengaku bagian dari kelompok agar tidak diintimidasi sehingga dia yang tidak suka merokok lalu ikutan merokok
c. Identifikasi perkembangan : identifikasi sebagai hasil hubungan baik yang dibangun dengan pihak lain dimana pihak yang mengidentifikasi pada mulanya sangat bergantung pada pihak yang diindedifikasi. Misalnya, seorang pemuda keluar dari suatu tempat usaha, lalu membuka usaha sendiri dengan meniru segala yang ada pada tempat mantan bosnya.
d. Identifikasi Etnik : identifikasi diri terhadap suatu etnis tertentu. Misalnya Seorang Flores dengan darah murni Manggarai tapi lahir dan dibesarkan di tanah Sunda mengidentifikasi dirinya sebagai orang Sunda.
4. Simpati : perasaan tertarik yang timbul dalam diri seseorang dan membuatnya seolah-olah berada dalam keadaan orang lain. (Merasakan perasaan orang lain).
Herbert Spenser (1870) membedakan simpati atas dua bentuk :
a. Perpectively Presentative Sympathy : tanggapan spontan atau releks.
Misalnya, merasa iba melihat pengemis depan pintu mall. Atau bergerak cepat untuk menolong seorang teman yang tiba-tiba tergelincir hendak jatuh, atau merasa tegang melihat adegan film actor protagonist dikejar-kejar penjahat dan nyaris tertangkap.
b. Representative Sympathy : bentuk simpati yang lebih mendasar dan bermakna bagi orang lain / masyarakat.
Misalnya: berdoa bagi para korban bom di Prancis, mengumpulkan sumbanga untuk korban bencana alam. Ikut merasa sedih lalu menghibur teman yang punya masalah keluarga.
5. Motivasi : dorongan, rangsangan atau pengaruh yang diberikan oleh suatu pihak kepada lain sehingga orang yang menerima rangsangan menuruti atau menerimanya secara kritis, rasional dan penuh rasa tanggung jawab.
a. Motif biogenestis : bersumber pada kebutuhan-kebutuhan biologis.
Misalnya : semua orang ingin berkerja dengan penghasilan terbaik agar dapat makan, sehat, punya fasilitas hidup yang baik. Atau ada orang ikut klub futsal agar dapat rajin berolah raga dan bikin sehat pikiran dan badan.
b. Motif sosiogenetis : bersumber pada lingkungan / orang sekitar. Motif ini pun dipertahankan sejauh itu dirasakan ada manfaat dari proses interaksi tersebut.
Misalnya : seorang pemuda yang berusia 40 tahun akan segera mencari jodoh, sebab masyarakat (keluarga) menilai dia sudah telat menikah. Dan menikah itu baginya memang bermanfaat.
c. Motif Teogenesis : Bersumber pada penghayatan nilai-nilai keagamaan dan keinginan pengabdian kepada Tuhan.
Misalnya, Mira terdorong menjadi seorang suster agar dapat mengabdikan dirinya kepada orang-orang miskin dan terlantar. Atau karena dorongan nilai cinta kasih seorang dokter siap diutus ke tempat terpencil untuk menolong mereka tanpa dibayar. Atau seorang criminal yang bertobat menjadi sangat aktif dalam kegiatan keagamaan.
6. Cara memotivasi orang lain.
a. Motivating by Force ( memotivasi dengan paksaan)
Mendorong orang lain melakukan apa yang diinginkan dengan cara mengancam, atau menghukum. Misalnya, karyawan yang datang terlambat 5 kali gajinya akan dipotong.
b. Motivating by Enticement (memotivasi dengan bujukan).
Mendorong orang lain dengan cara melunakan hatinya, dengan bujukan atau rayuan dengan iming-iming hadiah atau penghargaan. Misalnya, karyawan yang tidak pernah telah akan dinaikan tunjangannya. Atau, ibu berjanji akan membelikan laptop gaming bagi anaknya jika dapat rata-rata raport 9.
c. Motivating by identification (memotivasi dengan identifikasi)
Mendorong orang lain dengan cara memperkenalkan suatu cita-cita bagus yang harus diraih. Pribadi disadarkan tentang pentingnya mencapai tujuan tersebut untuk dirinya. Sehingga pribadi tersebut membayangkan (mengidentifikasi) dirinya berhasil mencapai tujuan tersebut dan merasa bahagia karenanya. Misalnya, Ayah mendorong anaknya untuk belajar dengan sungguh, agar kelak bisa sukses jadi arsitek. Jika sudah sukses jadi arsitek, anak dapat berbuat banyak kebaikan bagi orang lain termasuk orang tuanya.
7. Interaksi Social dalam Perspektif Sosiologis
a. Perspektif Interaksionalisme Simbolik
Artinya proses interaksi social dilakukan dengan symbol-simbol tertentu, dan peserta interaksi dituntut dapat memaknai atau menafsir arti symbol-simbol tersebut. Misalnya, larangan untuk melanjutkan perjalanan disimboli dengan lampu merah. Pemberitahuan bahwa suatu rumah adalah gereja ditandai dengan pemasangan salib di atap rumah. Atau menjunjukan jari jempol kepada orang lain bisa berarti oke, setuju atau kamu hebat, kamu cantik.
Herbert Blumer mengatakan bahwa interaksi simbolik terdiri dari sikap (act), sesuatu (thing) dan Makna (meaning). Misalnya, sikap (act) orang India terhadap sapi (thing) berbeda dengan orang Indonesia. Di India orang menghormati sapi sebagai binatang suci. Sedangkan orang Indonesia melihatnya sebagai hewan piaraan yang pantas disembelih.
b. Perspektif Definisi Situasi :
Tindakan atau pola interaksi seseorang atau sekelompok orang adalah hasil pemaknaan situasi di mana mereka berada. Misalnya, orang akan cendrung diam, atau bicara berbisik-bisik bila sedang ada di dalam gereja.
W.I Thomas mengatakan : bila orang mendefinisikan suatu sistuasi sebagai hal yang nyata, maka konsekuensinya pun akan nyata. Misalnya, polisi mengambil kesimpulan bahwa penjahat yang di hadapannya yang sedang memasukan tangan dalam jaket akan mencabut pistol dan akan segera menembak, maka polisi tersebut buru-buru menembak si penjahat sebelum ditembak. (fakta: penjahat memasukan tangan dalam jaket, tafsiran / definisi polisi: penjahat sedang mengambil pistol dan akan menembak)
c. Perspektif Dramaturgi.
Ervin Goffman (1959) mengatakan bahwa dunia dan kehidupan social adalah panggung sandiwara. Ada panggung depan (front stage) dimana orang harus mengatur perilakunya agar sesuai dengan yang diharapkan orang. Ada panggung belakang (back stage) dimana orang dapat tampilkan keaslian, atau kehendak dirinya sendiri, tidak peduli pada penilaian orang lain.
ITU SUDAH!
1. Interaksi Sosial :
Adalah : Hubungan sosial yang dinamis (timbal balik) antara induvidu dengan induvidu, induvidu dan kelompok.
Karl dan Yoel mendaftarkan sumber informasi yg mendasari interaksi, yang menjadi informasi paling pertama orang memulai saling berinteraksi.
a. Warna kulit : kulit dapat mewakili ras. Biasanya orang lebih gampang memulai interaksi kepada orang yang memiliki warna kulit relative sama, karena merasa satu ras.
b. Usia : mengetahui atau menduga usia seseorang langsung membuat kita menyesuaikan pola interaksi. Berinteraksi dengan bayi pasti sangat berbeda ketika kita berinteraksi dgn orang tua.
c. Jenis Kelamin
d. Bentuk Tubuh
e. Pakaian :
f. Wacana : topik pembicaraan.
Semuanya ini adalah komunikasi pertama yang langsung tampak, dari sini orang dapat berinteraksi dengan lebih tepat.
2. SYARAT Berlangsungnya Interaksi Sosial
a. Kontak Sosial
Menurut Caranya :
Kontak Primer : bila terjadi tatap muka, kontak langsung.
Kontak Sekunder : bila dilakukan lewat perantara atau media (SMS, e-mail, Facebook)
Menurut sifat/ tujuannya:
Kontak Positif : mengarah pada suatu kerja sama.
Kontak Negatif : mengarah pada suatu pertentangan atau sama sekali tidak ada menghasilkan interaksi social. Misalnya : perkelahian. Atau bicara dengan seseorang yang ternyata bisu tuli.
b. Komunikasi :
Suatu proses memaknai suatu informasi, sikap, dan perilaku orang lain sehingga memunginkan seseorang untuk memberikan tanggapan.
Jenisnya :
1. Menurut Hakikatnya :
a. Komunikasi verbal : diucap langsung maupun tertulis. Unsur-unsurnya:
Vocabulary, Racing, Intonasi, humor, singkat dan jelas, timing
b. Komunikasi nonverbal : Bahasa tubuh, isyarat tanpa kata-kata.
Unsurnya : ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, postur tubuh, suara non vocal, isyarat.
2. Menurut Prosesnya : Langsung atau tidak langsung.
3. Menurut Arahnya: Monolog (siaran tv, koran), Dialog (memungkinkan saling tanggapan).
4. Menurut Sifatnya: Nonformal (tidak ada aturan, ngobrol, nasehat ayah kepada anaknya), Formal (ada aturan, misalnya dalam debat, diskusi dalam seminar)
5. Menurut Sasarannya : Induvidual dan Massal (sosialisasi).
3. Sifat Interaksi Sosial
a. Aksidental : tidak terencana, mis. Menyapa dan ngobrol dengan guru yang bertemu di swalayan.
b. Berulang, tak terencana : mis. menyapa penjaga kantin.
c. Teratur, tidak terencana: mis. Bertemu dan menyapa dan menyalami satpam tiap pagi.
d. Terencana, atau karena aturan, atau karena kebiasaan : mis. Tiap pkl. 10.10, jam istirahat akan bertemu dan menyapa ibu kantin, ngobrol dengan teman di kantin.
4. Bentuk-bentuk Interaksi social (menurut : J.P. Gillin dan J.L Gillin)
A. Proses Asosiasi : Adanya gerakan pendekatan atau penyatuan.
a. Kerja sama (Cooperation)
Bekerja bersama-sama karena sama-sama punya kepentingan. Dengan beberapa cara, misalnya : tolong menolong secara rukun, tawar menawar (Bargaining), Kooptasi (menerima unsur-unsur baru dalam kepemimpinan), Koalisi (penggabungan dua organisasi yang berbeda untuk satu tujuan), Patungan (bersama menanggung biaya kerja sama dan mendapat pembagian yang sama juga dari hasil kegiatan).
b. Akomodasi (Accomodation)
Proses tercapainya kesepakatan yang dapat diterima oleh pihak-pihak yg sedang bersengketa. Tiap pihak bersedia melakukan interaksi, saling terbuka dan menerima meski tetap ada perbedaan dan bahkan pertentangan.
c. Asimilasi (Assimilation) :
Proses interaksi yang ditandai dengan adanya usaha pengurangan perbedaan antara pihak-pihak terkait, demi tujuan bersama. (dialog – perkawinan campur).
d. Akulturasi (Acculturation)
Proses interaksi budaya, dimana budaya lokal menerima budaya baru bahkan menyerap.
B. Proses Diasosiasi : Adanya gerakan menjauh atau berlawanan.
a. Persaingan (competition) : Berlomba untuk mencapai atau mendapatkan apa yang menjadi tujuan bersama. Misal, mencapai kesuksesan, mendapat mobil, juara.
b. Kontravensi : proses interaksi social antara persaingan dan konflik., bentuknya:
- Yang umum, seperti menolak kerja sama, melawan, menghalang-halangi, mengacaukan rencana pihak lain.
- Yang Sederhana,misal : membantah atau menyangkap pernyataan orang lain di muka umum, memaki lewat media social.
- Cara Intensif : lebih serius, terencana melakukan perlawanan. Misal, melakukan penghasutan terhadap orang lain, menyebarkan fitnah.
- Cara rahasia : misal, membocorkan rahasia pihak lain, pengkhianatan.
- Cara taktik : misal, mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain.
c. Pertentangan atau Konflik : proses interaksi social yang saling berlawanan. Ada pertentangan alamiah antara pihak – pihak yang terkait.
Misalya : beda perasaan (hobby, selera), beda kebudayaan, beda kepentingan, beda status social, adanya kesenjangan, adanya perubahan social yang mendadak.
5. Faktor yang mempengaruhi Interaksi Sosial :
1. Imitasi : Meniru atau mengikuti prilaku pihak lain. Gabriel Tarde (1890) : seluruh kehidupan social sebenarnya hanya proses imitasi dari masyarakat sebelumnya.
Ada imitasi yang positif : meniru atau mewarisi nilai dan norma.
Ada imitasi negative : meniru atau mengikuti prilaku yang buruk.
2. Sugesti : Memberikan suatu padangan atau pengaruh kepada pihak lain dengan cara-cara tertentu sehingga pihak yang dipengaruhi menerimanya tanpa pertimbangan (filterisasi).
Sugesti bisa terjadi jika :
a. Ada hambatan untuk berpikir kritis.
b. Induvidu sedang kebingungan, tanpa pegangan keyakinan.
c. Mendapat dukungan dari banyak pihak lain.
d. Berasal dari pihak yang berkuasa.
e. Pribadi sedang memiliki pandangan serupa tapi masih ragu.
f. Ada penguatan dengan menggunakan otoritas yang tinggi, misalnya memakai ayat kitab suci.
Bentuknya : Auto sugesti (sugesti pada diri sendiri) & Hetro Sugesti (berasal dari orang lain).
3. Indentifikasi: kecendrungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain, misalnya mengikuti tokoh idola/
a. Identifikasi Kelas : seorang gadis desa meniru kehidupan gadis-gadis kota kelas atas.
b. Identifikasi Defensif : Identifikasi karena ketakutan. Misalnya, seorang pemuda mengaku bagian dari kelompok agar tidak diintimidasi sehingga dia yang tidak suka merokok lalu ikutan merokok
c. Identifikasi perkembangan : identifikasi sebagai hasil hubungan baik yang dibangun dengan pihak lain dimana pihak yang mengidentifikasi pada mulanya sangat bergantung pada pihak yang diindedifikasi. Misalnya, seorang pemuda keluar dari suatu tempat usaha, lalu membuka usaha sendiri dengan meniru segala yang ada pada tempat mantan bosnya.
d. Identifikasi Etnik : identifikasi diri terhadap suatu etnis tertentu. Misalnya Seorang Flores dengan darah murni Manggarai tapi lahir dan dibesarkan di tanah Sunda mengidentifikasi dirinya sebagai orang Sunda.
4. Simpati : perasaan tertarik yang timbul dalam diri seseorang dan membuatnya seolah-olah berada dalam keadaan orang lain. (Merasakan perasaan orang lain).
Herbert Spenser (1870) membedakan simpati atas dua bentuk :
a. Perpectively Presentative Sympathy : tanggapan spontan atau releks.
Misalnya, merasa iba melihat pengemis depan pintu mall. Atau bergerak cepat untuk menolong seorang teman yang tiba-tiba tergelincir hendak jatuh, atau merasa tegang melihat adegan film actor protagonist dikejar-kejar penjahat dan nyaris tertangkap.
b. Representative Sympathy : bentuk simpati yang lebih mendasar dan bermakna bagi orang lain / masyarakat.
Misalnya: berdoa bagi para korban bom di Prancis, mengumpulkan sumbanga untuk korban bencana alam. Ikut merasa sedih lalu menghibur teman yang punya masalah keluarga.
5. Motivasi : dorongan, rangsangan atau pengaruh yang diberikan oleh suatu pihak kepada lain sehingga orang yang menerima rangsangan menuruti atau menerimanya secara kritis, rasional dan penuh rasa tanggung jawab.
a. Motif biogenestis : bersumber pada kebutuhan-kebutuhan biologis.
Misalnya : semua orang ingin berkerja dengan penghasilan terbaik agar dapat makan, sehat, punya fasilitas hidup yang baik. Atau ada orang ikut klub futsal agar dapat rajin berolah raga dan bikin sehat pikiran dan badan.
b. Motif sosiogenetis : bersumber pada lingkungan / orang sekitar. Motif ini pun dipertahankan sejauh itu dirasakan ada manfaat dari proses interaksi tersebut.
Misalnya : seorang pemuda yang berusia 40 tahun akan segera mencari jodoh, sebab masyarakat (keluarga) menilai dia sudah telat menikah. Dan menikah itu baginya memang bermanfaat.
c. Motif Teogenesis : Bersumber pada penghayatan nilai-nilai keagamaan dan keinginan pengabdian kepada Tuhan.
Misalnya, Mira terdorong menjadi seorang suster agar dapat mengabdikan dirinya kepada orang-orang miskin dan terlantar. Atau karena dorongan nilai cinta kasih seorang dokter siap diutus ke tempat terpencil untuk menolong mereka tanpa dibayar. Atau seorang criminal yang bertobat menjadi sangat aktif dalam kegiatan keagamaan.
6. Cara memotivasi orang lain.
a. Motivating by Force ( memotivasi dengan paksaan)
Mendorong orang lain melakukan apa yang diinginkan dengan cara mengancam, atau menghukum. Misalnya, karyawan yang datang terlambat 5 kali gajinya akan dipotong.
b. Motivating by Enticement (memotivasi dengan bujukan).
Mendorong orang lain dengan cara melunakan hatinya, dengan bujukan atau rayuan dengan iming-iming hadiah atau penghargaan. Misalnya, karyawan yang tidak pernah telah akan dinaikan tunjangannya. Atau, ibu berjanji akan membelikan laptop gaming bagi anaknya jika dapat rata-rata raport 9.
c. Motivating by identification (memotivasi dengan identifikasi)
Mendorong orang lain dengan cara memperkenalkan suatu cita-cita bagus yang harus diraih. Pribadi disadarkan tentang pentingnya mencapai tujuan tersebut untuk dirinya. Sehingga pribadi tersebut membayangkan (mengidentifikasi) dirinya berhasil mencapai tujuan tersebut dan merasa bahagia karenanya. Misalnya, Ayah mendorong anaknya untuk belajar dengan sungguh, agar kelak bisa sukses jadi arsitek. Jika sudah sukses jadi arsitek, anak dapat berbuat banyak kebaikan bagi orang lain termasuk orang tuanya.
7. Interaksi Social dalam Perspektif Sosiologis
a. Perspektif Interaksionalisme Simbolik
Artinya proses interaksi social dilakukan dengan symbol-simbol tertentu, dan peserta interaksi dituntut dapat memaknai atau menafsir arti symbol-simbol tersebut. Misalnya, larangan untuk melanjutkan perjalanan disimboli dengan lampu merah. Pemberitahuan bahwa suatu rumah adalah gereja ditandai dengan pemasangan salib di atap rumah. Atau menjunjukan jari jempol kepada orang lain bisa berarti oke, setuju atau kamu hebat, kamu cantik.
Herbert Blumer mengatakan bahwa interaksi simbolik terdiri dari sikap (act), sesuatu (thing) dan Makna (meaning). Misalnya, sikap (act) orang India terhadap sapi (thing) berbeda dengan orang Indonesia. Di India orang menghormati sapi sebagai binatang suci. Sedangkan orang Indonesia melihatnya sebagai hewan piaraan yang pantas disembelih.
b. Perspektif Definisi Situasi :
Tindakan atau pola interaksi seseorang atau sekelompok orang adalah hasil pemaknaan situasi di mana mereka berada. Misalnya, orang akan cendrung diam, atau bicara berbisik-bisik bila sedang ada di dalam gereja.
W.I Thomas mengatakan : bila orang mendefinisikan suatu sistuasi sebagai hal yang nyata, maka konsekuensinya pun akan nyata. Misalnya, polisi mengambil kesimpulan bahwa penjahat yang di hadapannya yang sedang memasukan tangan dalam jaket akan mencabut pistol dan akan segera menembak, maka polisi tersebut buru-buru menembak si penjahat sebelum ditembak. (fakta: penjahat memasukan tangan dalam jaket, tafsiran / definisi polisi: penjahat sedang mengambil pistol dan akan menembak)
c. Perspektif Dramaturgi.
Ervin Goffman (1959) mengatakan bahwa dunia dan kehidupan social adalah panggung sandiwara. Ada panggung depan (front stage) dimana orang harus mengatur perilakunya agar sesuai dengan yang diharapkan orang. Ada panggung belakang (back stage) dimana orang dapat tampilkan keaslian, atau kehendak dirinya sendiri, tidak peduli pada penilaian orang lain.
ITU SUDAH!
Comments
Post a Comment