KD 1 : Nilai-nilai Pancasila dalam
Penyelenggaraan Negara X_Sem 1 _ 2017
1.
Pembagian Kekuasaan : Montesqiueu
(1748)
a. Kekuasaan Legislatif : pembuat UU
b. Kekuasaan Eksekutif : melaksanakan UU
a. Kekuasaan Yudikatif : Mempertahankan
UU (mengadili pelanggaran UU)
2.
Pembagian Kekuasaan : John Locke (1632)
b. Kekuasaan Legislatif : pembuat UU
c.
Kekuasaan
Eksekutif : melaksanakan UU
d. Kekuasaan Federatif : melaksanakan
hubungan luar negeri
3.
Nilai-nilai Pancasila
a. Nilai Dasar : Lima sila Pancasila.
Tidak dapat diubah. Kekal. Ciri utama kepribadian bangsa. Ada di pembukaan UUD
1945
b. Nilai
instumental : Menjabaran dari nilai dasar yang disesuaikan
dengan tuntutan zaman. Misalnya : program pemerintah, UU, organisasi.
c.
Nilai Praktis : Nilai yang dapat diterapkan dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Tampak
dalam sikap hidup penduduk Indonesia.
4. Fungsi
Pancasila
A. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
(Filsafat Hidup) Bangsa
Pancasila adalah
way of life, weltanschauung.
1. Sebagai jiwa bangsa: roh hidup bangsa Indonesia, tanpanya
Indonesia tak akan disebut Indonesia.
2. Kepribadian Bangsa : merupakan sikap mental dan tingkah
laku bangsa, yang menjadi ciri khas sehingga Indonesia berbeda dengan bangsa
lain.
3. Sebagai Perjanjian Luhur Bangsa : merupakan kesepakatan Bersama para
pendiri bangsa.
4. Sebagai cita-cita dan Tujuan Bangsa
Indonesia.
5. Sebagai sumber dari segala sumber
hidup (Tap MPR no.
XX/MPRS/1966.
B. Pancasila sebagai Filsafat Negara :
Pedoman penyelanggaraan Negara
Artinya segala macam ketetapan, patokan, ketentuan UUD dan UU, Perpu, harus sesuai dengan Pancasila.
5. Tugas
Menteri
1. Menyelenggarakan perumusan, menetapkan
dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya.
2. Pelaksanaan bimbingan teknis dan
supervise atas pelaksanaan urusan kementrian.
3. Koordinasi dan sinkronisasi
pelaksanaan kebijakan di bidangnya.
6.
Jenis menteri
1. Urusan
pemerintah yang nomenklatur
(disebut secara tegas dalam UUD 1945): Urusan luar negeri, dalam negeri dan
pertahanan.
2. Urusan
pemerintah yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945 :
agama, hukum, keuangan, HAM, Pendidikan, kebudayaan, kesehatan,
Tenagakerjaan, industry, perdagangan, pertambangann energy, perhubungan, pertanian, kelauatan, Desa, agrarian dan tata
ruang,
3. Membantu
presiden dalam urusan tertentu : Perencanaan pembangunan
Nasional, Aparatur negara dan reformasi birokrasi, BUMN, Kperasi dan usahan
kecil- menengah, pariwisata, Pemuda dan olah raga, Sekretaris negara,
Pemberdayaan perempuan dan anak.
7.
Pembagian Kekuasaan (Division of Power) di Indonesia setelah
amandemen UUD 1945
a. Secara horizontal : pembagian kekuasaan antara lembaga negara.
1. Kekuasaan Konstitusi: mengubah dan menetapakn UUD. Pasal 3 ayat (1) UUD 1945: “MPR berwenang
mengubah dan menetapkan UUD.”
2. Kekuasaan Eksekutif: Melaksanakan UU. Pasal 4
ayat (1) UUD 45 :Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah
menurut UUD”
3. Kekuasaan Legislatif: Pembuat UU. Pasal 20 ayat (1) UUD 45 : DPR memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang”
4. Kekuasaan Yudikatif / Kekuasaan kehakiman: Menegakan hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat (2) : Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkama Agung, dan badan peradilan di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan
tata usaha negara dan oleh Sebuah Mahkam Konstitusi.
5. Kekuasaan eksaminatif / inspektif: Pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan negara.
Pasal 23 E ayat (1) UUD : untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuanganyang bebas dan
mandiri”
6. Kekuasaan Moneter: Menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system
pembayaran serta menjaga kestabilan nilai rupiah. Dilaksanakan oleh Bank Sentral
(BI) menurut pasal 23 D UUD 1945
b. Pembagian kekuasaan vertikal: pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat, daerah dan
daerah-daerah di bawahnya. Pemerintah pusat – propinsi – kabupaten / madya –
kecamatan – Keluarahan / Desa – RW – RT
Kementrian Koordinator
1. Koordinator Bidang Politi, Hukum dan
Keamanan
2. Koordinator Bidang Perekonomian
3. Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan
4. Koordinator Bidang Kemaritiman
Lembaga non- Kementrian :BNN, BIN, BKKBN,
BMKG, Basarnas, Bulog, Lemhanas, dll
Nilai-Nilai
Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Sistem nilai Pancasila berarti kelima sila Pancasila tidak dapat
berdiri sendiri, dan tidak dapat ditiadakan atau diabaikan salah satunya pun.
Kelima nilai pokok Pancasila itu adalah : Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Musyawara dan Keadilan. Kelima nilai harus selalu ada Bersama untuk membangun
Indonesia.
Hal ini berarti bahwa dalam
praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip keimanan
dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pemerintaha dalam hal ini tidak
hanya tunduk pada aturan dan UUD namun juga bahwa semua tugas dan tanggungjawabnya
adalah sebagai bentuk tanggung jawan kepada Allah.
Sila kemanusiaan yang adil dan
beradab, Sila Persatuan Indonesia, dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksaan dalam permusayaratan perwakilan merupakan gambaran bagaimana
dimensi kultural dan institusional harus dijalankan. Dimensi tersebut
mengandung nilai pengakuan terhadap sisi kemanusian dan keadilan (fairness)
yang non- diskriminatif; demokrasi berdasarkan musyawarah dan transparan dalam
membuat keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa
pengecualian pada golongan tertentu.
1) Pengakuan adanya kausa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha
Esa.
2) Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
3) Tidak memaksa warga negara untuk beragama, tetapi diwajibkan
memeluk agama sesuai hukum yang berlaku.
4) Atheisme dilarang hidup dan berkembang di Indonesia.
5) Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama,
toleransi antarumat dan dalam beragama.
6) Negara memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga
negara dan menjadi mediator ketika terjadi konflik antar agama.
1)
Menempatkan
manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makluk Tuhan. Karena manusia mempunyai
sifat universal.
2) Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, hal ini
juga bersifat universal.
c.
Nilai Sila
Persatuan Indonesia
1)
Nasionalisme
2)
Cinta bangsa
dan tanah air
3)
Menggalang
persatuan dan kesatuan bangsa
4) Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan
perbedaan warna kulit.
5)
Menumbuhkan
rasa senasib dan sepenanggulangan.
1) Hakikat Sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti umum,
yaitu pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
2) Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara
bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Di sini terjadi simpul yang
penting yaitu mengusahakan putusan bersama secara bulat.
3) Dalam melakukan putusan diperlukan kejujuran bersama. Hal yang
perlu diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sebagai
konsekuensi adanya kejujuran bersama.
4) Perbedaan secara umum demokrasi di negara barat dan di negara
Indonesia, yaitu terletak pada permusyawaratan rakyat.
1) Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan
berkelanjutan.
2) Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan
bersama menurut potensi masing-masing.
3) Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja
sesuai dengan bidangnya.
KD 2
: Warga Negara
A. Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Indonesia
adalah negara kepulauan (Pasal 25A UUD Negara tahun 1945)
Nusantara
berarti kesatuan negara Indonesia terdiri dari perairan dan gugusan pulau-pulau
(Archipelagic state) Kesatuan itu
meliputi : 1) Kesatuan politik; 2) Kesatuan hukum, 3) kesatuan sosial; 4)
kesatuan pertahanan dan keamanan. Ini ditetapkan dalam deklasi Juanda dan
diakui secara internasional tahun 1982 dalam United Nation Convention on the
Law of the Sea – UNCLOS) sehingga kita mendapat tambahan luas wilayah lautan 2
juta km².
Fakta
Indonesia : luas negara : 5.180.053 km²
Luas
dataran : 1. 922.570 km²
Luas
Lautan : 3.257.483 km²
Jumlah
pulau : 13.466
1. Pemetaan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
a.
Zona Laut Teritorial
Batas laut teritorial ialah garis khayal yang
berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara
atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24
mil laut, maka garis teritorial ditarik sama jauh dari garis masing-masing
negara
b. Zona Landas Kontinen
Landas kontinen ialah dasar laut yang secara
geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Artinya wilayah ini masih merupakan bagian dari daratan. Negara yang mendapatkan wilayah kontinental, maka laut teritorialnya meluas hingga batas laut kontinental. Ciri-cirinya : Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Paling jauh 200 mill. Ini tentu saja merupakan keuntungan yang sangat besar bagi negara yang memiliki kontinental. Nah, jika ternyata setelah 200 mill, kedalaman laut tidak bertambah, negara tersebut dapat saja meminta persetujuan internasional untuk mengolah SDA di dalamnya. (Ingat lebih dari 200 mill adalah wilayah bersama semua negara dunia)
c. Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE)
Zona ekonomi eksklusif adalah jalur laut selebar 200
mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi
eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber
daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan
pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan
prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas. Jika negara terdekat memiliki laut kontinental sejauh 200 mill, maka zona bebas internasional harus mundur di luar wilayah tersebut.
B. Kedudukan Warga Negara dan
Pendudukan Indonesia
1.
Dasar hukum
kewarganegaraan.
1.
UUD 1945 Pasal 26 :
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara.
2. Penduduk ialah warga
negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3. UUD
1945 Pasal 28 D (4) :
setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
4. Presiden No. 56 Tahun 1996 : penghapusan bukti kewarganegaraan RI. Warga keturunan Tionghoa
yang sudah menjadi WNI tidak diharuskan lagi Membawa surat Bukti
Kewarganegraaan RI (SBKRI).
2.
Asas kewarganegaraan.
a. Ius
Soli (hukum kelahiran) :
kewarganegaraan berdasarkan daerah atau negara tempt di mana dia dilahirkan.
Misalnya, orang tua Indonesia, anak lahir di Amerika. Maka anak memiliki
kewarganegeraan Amerika. Negara yang menganutnya : Amerika, Inggris dan Mesir.
b. Ius
Sanguinis :
Kewarganegaraan diberikan kepada anak mengikuti kewarganegaraan orang tuanya.
Misalnya, seorang anak lahir dari pasangan keluarga warga negara Indonesia di
China. Anak tersebut adalah warga negara Indonesia. Negara penganut : china, Korea, Indonesia.
Karena
dua asas ini ada orang yang apatride dan bipatride.
Apatride : tidak punya kewarganegaraan. Ini terjadi karena anak dilahirkan di penganut Ius Sanguini sementara orangtuanya berasal dari negara penganut asa ius Soli. Misalnya, anak orang Amerika yang lahir di Cina. Di Cinta tidak bisa mendapatkan kewarganegaraan Cina, karena orangtuanya bukan orang Cina, di Amerika (asal-usul orangtuanya) juga tidak mendapat status kewargaan negaraan karena anak tersebut tidak dilahirkan di Amerika.
Bepatride : Memiliki dua kewarganegaraan : Ini terjadi karena anak dilahirkan di negara penganut asas Ius sanguinis dan Ius Soli (Indonesia).
Atau karena anak yang dilahirkan di negara ius soli sedangkan orangtuanya berasal dari Ius Sanguini. Jadi negara kelahirannya diberikan kewarganegaraan, sambil ia juga mengikuti kewarganegaaan orangtuanya. Anak dari orang Indonesia yang lahir di Amerika bisa punya kewarganegaraan Amerika dan pasti terdaftar sebagai anak Indonesia
3.
Dua prinsip memperoleh
kewargaan :
a. Stelsel
Aktif : Orang yang
akan mendapat kewargaan harus melakukan tindakan hukum tertentu secara aktif.
Jadi dia sendiri yang memilih secara aktif.
b. Stelsel
pasif : Negara yang menawarkan sesorang untuk menjadi warga negara. Jadi orang tersebut pasif, negaralah yang aktif memintanya. Orang seperti ini memiliki kebebasan untuk menolak tawaran tersebut (hak repudiasi) atau setuju (Hak Opsi)
4.
Warga negara Indonesia
(UU No. 12 tahun 2006)
1. Anak dari pasangan WNI.
2. Anak dari pasangan sah, ayah WNA dan
ibu WNI atau sebaliknya.
3. Anak dari pasangan sah, ibu WNA dan
ayah apatride, atau anak tidak diberi kewarnageraan oleh negara asal ayahnya.
4. Anak yang lahir dalam waktu 300 hari
setelah ayahnya meninggal, dan ayahnya adalah WNI.
5. Anak yang lahir di luar perkawinan sah
dari ibu yang WNI.
6. Anak yang lahir di luar perkawinan sah
dari ibu yang WNA dan ayahnya yg WNI mengaku sebagai anaknya sebelum anak
tersebut berusia 18 tahun
7. Anak yg lahir di wilayah Indonesia
selama orang tuanya tidak diketahui status kewarganegaraannya.
8. Anak baru lahir yang ditemukan di
wilayah Indonesia selama orang tuanya tidak diketahui
9. Anak yang lahir di luar wilayah
Indonesia dari pasangan WNI, yang mana negara tempat domisili tidak / belum
memberikan status kewargaan.
10. Anak dari orang tua yang permohonan
kewarganegaraan telah diterima namun kemudian orang tuanya meninggal belum
mengucapkan sumpah atau janji setia kpd RI.
11. Anak yang lahir di luar perkawinan
yang sah, belum berusia 18 tahun, belum diakui kewarganegaannya oleh ayah yang
WNA tetap menjadi WNI
12. Anak WNI yang belum berusia lima
tahun, diangkat secara sah oleh WNA
tetap diakui sebagai WNI.
5.
Syarat-syarat warga
negara Indonesia.
Seorang dapat
menjadi warga negara Indonesia :
a.
Naturalisasi Biasa (Stelsel Aktif)
1. Sudah berusia 21 tahun.
2. Lahir dalam wilayah RI atau
berdomisili 5 tahun berturut-turut, atau 10 tahun tidak berturut-turut.
3. Bila seorang laki-laki sudah kawin,
harus atas izin istrinya.
4. Dapat berbahasa Indonesia, memiliki
sekadar pengetahuan tentang sejarah Indonesia dan tidak pernah dihukum karena
kejahatan yang merugikan RI.
5. Sehat jasmani dan rohani.
6. Bersedia membayar uang kas
b.
Naturalisasi Luar
Biasa (Stelsel Pasif)
WNA yang telah
berjasa kepada negara RI dan mengajukan diri menjadi WNI. Diberikan oleh
presiden atas persetujuan DPR. Kepada mereka dibebaskan dari syarat-syarat yang
dibebankan seperti proses biasa.
7. Kehilangan Warga Negara Indonesia.
1. Memperoleh kewargaan lain atas kemauan
sendiri.
2. Tidak melepaskan kewargaan lain
padahal ada kesempatan untuk itu.
3. Dinyatakan hilangan kewargaannya oleh
presiden atas permohonan sendiri.
4. Masuk dinas tentara asing tanpa izin
terlebih dahulu dari presiden.
5. Secara sukarela menyatakan setia pada
negara asing.
6. Mempunyai passport atau tanda
kewargaan negara lain atas namanya.
7. Tinggal di luar wilayah RI lima tahun berturut-turut
dengan tidak menyatakan keingianan untuk tetap menjadi WNI
Tinjau
dan analisislah kasus berikut :
1. Arcandra Tahar adalah kelahiran Indonesia (10 Oktober 1970) namun
sudah menetap 20 tahun di Amerika. Tahun 2016 ia dipanggil pulang oleh Presiden
untuk menjabat Menteri ESDM. Namun rupanya ia memiliki passport Warga Negara Amerika.
Indonesia tidak mengakui dwi kewarganegaraan bagi orang yang telah berusia
lebih 18 tahun. Maka otomatis kewarganegaraan Indonesia Arcandra tidak diakui. 15
Agustus 2016 status Menterinya diambil kembali. Namun Oktober 2016, Archandra
telah resmi menjadi WNI dan kini menjadi wakil ketua ESDM mendampingi Ignatius
Jonan sebagai Menteri ESDM.
2. Gloria
Natapradja Hamel,
kelahiran tahun 2000. Ia adalah anggota Pasukan Pengibar Sang Saka Merah Putih
(PASKIBRAKA) Nasional 2016. Namun ia gagal ikut barisan paskibraka Karena rupanya
ia memiliki dwi (2) kewarganegaraan, yakni Indonesia mengikuti Ibu dan Prancis
mengikuti ayahnya. Karena belum mengajukan diri untuk memilih warga negara
Indonesia, ketika usianya sudah 18 tahun, maka otomatis oleh UU 12 tahun 2006
kewarga negaraan Indonesianya hilang. Agustus 2017 ia mengajukan proposal untuk
meninjau kembali UU tersebut, yang menyebabkan ia kehilangan warga negara. Namun
MK menolak proposalnya, dengan alasan ia telah lalai melamar jadi WNI.
Apa tanggapanmu terhadap kedua kasus
ini? Archanda dibutuhkan negara sehingga dalam waktu singkat kewarganegaraannya
dapat diproses. Sedangkan Gloria yang seumur hidupnya ada di Indonesia terhapus
WNI-nya Karena tidak tahu ada UU no. 12 tahun 2006.
Keberagaman Agama
Indonesia dibangun di
atas pilar-pilar keberagaman agama, budaya, suku dan ras. Jauh sebelum
Indonesia lahir sebagai agama, sudah banyak suku dan agama. Tiap kerajaan
memiliki kekhasan budaya dan agamanya masing-masing. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
yang pertama kali menggagas tentang persatuan dari keberagaman tersebut.
Kita harus menerima
bahwa keberagaman itu adalah kekhasan atau ciri keindonesiaan kita. Indonesia
tanpa perbedaan bukan Indonesia. Maka tidak boleh ada usaha untuk mendiskriminasi
apalagi berusaha menghilangkan satu saja dari unsur perbedaan tersebut. Mengilangkan
perbedaan adalah sama dengan usaha mencabut satu baut kecil pada mesin kendaraan;
bisa membahayakan seluruh bangsa.
Kebebasan beragama dijamin oleh UUD 1945 pasal 28 E
Ayat 1 : setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengaharan, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Ayat 2 : setiap orang berhak atas kebebasan
menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati
nuraninya.
Indonesia pada masa pemerintahan Gus Dur
mengakui adanya 6 agama resmi negara. Namun tahun 2017, Mahkama Konstitusi
berdasarkan 29 ayat 2 UUD 45, menyetujui pengakuan
terhadap Aliran Kepercayaan yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia.
Misalnya Agama Djawa Sunda (ADS) oleh masyarakat Badui, agama merapu di pulau Sumba,
agama Aluktodolo di Toraja, dll.
Tahun 2019,
aliran kepercayaan boleh mencantumkan “penghayatan” pada kolom agama di KTP.
Tentu
saja ini suatu Langkah yang sangat maju. Maka tidak boleh lagi ada sikap diskriminasi,
menjelekan agama lain atau mencapat kafir (dengan maksud menghina – sebagai orang
yang tidak diselematkan Allah) kepada orang di luar agama kita sendiri. Ingat
semua agama Samawi (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha) memiliki kosa kata
kafir di dalam ajarannya, namun kebanyak umat tidak memakainya sebab itu lebih
tepatnya dikenakan kepada penjahat yang menolak Allah. Sementara semua umat
beragama termasuk aliran kepercayaan percaya pada Allah dengan cara mereka
sendiri, dan sikap hidup mereka pun baik secara moral universal. Artinya ajaran
agamanya tentang kebaikan sama dengan ajaran agama-agama yang lain.
Menjaga Pertahanan dan keamanan NKRI
UUD 1945 pasal 30
1) Tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha mempertahakan dan keamanan negara. (juga dalam UUD 1945 pasal 27
ayat (3)
2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilakukan
melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta, oleh TNI dan POLRI
sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
3) TNI bertugas mempertahankan, melindungi dan
memelihara keutuhan dan kedalautan negara.
4) POLRI sebagai alat negara untuk menjaga kemanan
dan ketertiban masyarakat, bertugas mengayomi, melayanai masyarakat dan
menegakan hukum.
5) Susunan dan tugas TNI dan POLRI di atur UU.
Sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.
(Sishankamrata)
- Kerakyatan
: tujuan pertahan dan keamana negara diabdikan oleh dan untuk kepentingan
rakyat.
- Kesemestaan
: seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan.
- Kewilayaan
: gelar kekuatan pertahana dilaksanakan secara menyebar di seluruh wilayah
NKRI.
woww blog pkn terbaiks 🖒🖒
ReplyDeleteAsw
ReplyDelete