Budaya Politik, XI, sems 1



Budaya Politik
1.      Budaya : dari kata sansekerta- buddayah, bentuk jamak dari buddhi: pikiran, akal, pencerahan. Adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat. Budaya merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat, yang juga mengandung nilai, sistem pedoman kehidupan suatu masyarakat yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.
2.      Polis : negara kota, politisi: ahli negara, polities : warga negara. Politik : relasi / interaksi sesama warga masyarakat dengan cara tertentu demi memperoleh apa yang diinginkan (Aristoteles).
3.      Politik dalam pengertian modern : A) Politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan. B) suatu kebijakan atau siasat mengenai pemerintahan  negara. C) cara bertindak dalam mengadapi dan menangani suatu masalah.
4.      Maka Politik adalah seni, Semua seni mengandung kreatifitas, teknik, strategi. Begitulah politik, yakni seni menghadapi suatu persoalan, seni sebagai strategi mendapatkan dan mempertahankan dan memperluas kekuasaan. Politik adalah seni mempengaruhi pihak lain.
5.      Budaya Politik : sistem interaksi sosial yang merupakan hasil karya cipta dan rasa manusia dalam memperjuangkan apa yang menjadi tujuannya, dengan berusaha mempengaruhi pihak lain, secara santun dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Atau keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Atau partisipasi masyarakat dalam mengolah sistem ketatanegaraan, atau kebijakan pemerintahan negara.
6.      Budaya politik selalu berdasarkan pada etika politik. Etika politik adalah tata nilai, sopan santun atau ukuran baik buruknya tingkah laku politik para pelaku politik.
7.      Berikut adalah ciri Etika Politik dalam suatu masyarakat demokratis :
a.      Menuruti dan menegakan konstitusi.
b.      Menegakan rule of law, menghormati penegakan hukum.
c.       Menyelenggarakan pemilu yang LUBER (Langsung Umum Bebas dan Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan adil).
d.      Menghormati setiap organisasi politik sebagai rekan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera bersama.
e.      Selalu mengusahakan komunikasi yang dialogis, saling memahami dan menghormati.
f.        Mengusahakan kebebasan pers.
8.    Almodn dan Powell melihat budaya politik sebagai aspek psikologis (rasa – semangat) dari sistem politik. Budaya Politik itu akan tampak pada prilaku lahiria yang bersumber pada penalaran-penalaran yang sadar / masuk akal. Maka budaya politik merupakan kesadaran bersama suatu masyarakat untuk berpartisipasi (atau tidak) dalam proses pengambilan suatu keputusan atau kebijakan publik.
9.      Ada tiga ciri budaya politik :
a.      Budaya politik apatis (masa bodoh): pasif, tidak peduli pada proses politik (proses pembuatan kebijakan publik).
b.      Budaya politik mobilisir : ikut-ikutan, peramai tanpa orientasi. Ikut terlibat sekedar mendukung tapi tidak tahu apa-apa tentang nilai-nilai kebijakan yang diputuskan bahkan tidak mengenal persis orang (aktivis politik) yang didukungnya.
c.       Budaya politik partisipan :  masyarakat yang secara sadar dan tahu tujuan politisnya untuk ikut terlibat dan aktif.
(Budaya = etika : gagasan tentang nilai-nilai dasar kemanusiaan : sopan santun, HAM, hormati alam dan sesama)

Macam-macam Budaya Politik:
10.  Berdasarkan Orientasi Politik (menurut Almond dan Verba)
a.      Kebudayaan politik parokial : hanya terbatas pada wilayah tertentu, kelompok atau orang tertentu. Masyarakat umum tidak paham tentang politik sehingga hak politiknya diserahkan kepada kelompok atau orang tertentu. (Papua dengan sistem token)
b.      Kebudayaan politik subjek (kaulah): apatis, mampu berpartisipasi tetapi enggan mengambil hak politiknya.
c.       Kebudayaan politik peserta (partisipan) : masyarakat yang memiliki kesadaran politik tinggi dan mau terlibat aktif sehingga mereka tidak akan menerima begitu saja keputusan politik tanpa dikaji dan dikritisi.
d.      Kebudayaan campuran : campuran dari beberapa ciri yang telah disebutkan.
11.  Berdasarkan sikap yang ditunjukkan :
a.      Budaya politik militan : budaya politik yang bersikukuh mempertahankan pendapat politiknya sendiri dan berusaha mengalahkan pihak lain, termasuk dengan cara yang kasar.  Tidak ada dialog kecuali pemaksaan.
b.      Budaya politik toleran: selalu berusaha netral, mencari konsesus (kesepakatan) yang wajar dan adil bila terjadi persoalan. Mengutamakan dialog untuk mencapai mufakat. 

12.  Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan (Sharyial Sarbaini)
a.      Budaya politik absolut : tipe budaya politik yang berpegang teguh pada nilai atau keyakinan politik yang ada, dan tak dapat  dipertanyakan atau diubah lagi. Budaya politik ini mewarisi tradisi dari zaman ke zaman tanpa mengubahnya, segala macam pembaharuan atau nilai-nilai baru dianggap berbahaya dan harus ditolak. (Lihat budaya politik Militan)
b.      Budaya politik akomodatif : budaya yang terbuka terhadap pelbagai masukan, mempertimbangkannya dan dapat memberi warna baru terhadap budaya politik tersebut. (lihat budaya politik toleran)
13.  Parson dan Shield (1953) merumuskan bentuk-bentuk budaya politik suatu bangsa / masyarakat dalam tiga bentuk berikut :
a.      Orientasi kognitif (pengetahuan) : tingkat kesadaran dan  pengetahuan tentang politik dan hak-hak serta tanggung jawabnya dalam berpolitik.
b.      Orientasi afektif (rasa/ emosi) : kadar perasaan terhadap suatu sistem politik. (dapat memunculkan fanatisme politik, misalnya mencintai suatu partai politik, rela berkorban apa saja untuknya – Lihat: Militansi).
c.       Orientasi evaluatif  : tingkat keterbukaan terhadap pembaharuan atau nilai-nilai baru. (Lihat: budaya politik absolut atau akomodatif)
14.  Faktor-faktor yg mempengaruhi budaya Politik :
a.      Tingkat Pendidikan yang baik, terbuka dan bukan doktriner.
b.      Tingkat ekonomi masyarakat, semakin sejahtera (berarti tingkat kepuasan terhadap negara) masyarakat makin terpanggil untuk ikut berpartisipasi.
c.       Reformasi politik : good will dari pemerintah/ penguasa untuk selalu terbuka terhadap pembaharuan nilai-nilai politik menjadi lebih baik. (ini yg tidak terjadi di negara-negara otoriter semacam korut).
d.      Supremasi hukum : hukum yg adil dan independen dapat memberi kepastian dan kelulasaan warga untuk ikut aktif. Hukum yg gampang dimanipulasi atau dibeli dapat membuat warga apatis dan malas untuk terlibat politik.
e.      Media komunikasi yg independent, bersih dari pengaruh partai politik atau segelintir tokoh politik.
15.  Faktor yg mempengaruhi budaya politik menurut Prof. Miriam Budiardjo :
a.      Sejarah perkembangan dari sistem politik
b.      Agama
c.       Kesukuan
d.      Status sosial
e.      Konsep mengenai

Budaya Politik Yang Berkembang Di Indonesia
16.  Zaman Kerajaan : Tidak ada demokrasi dalam pengertian kita sekarang.  masyarakat terpecah pada golongan rakyat jelata dan golongan priyai (bangsawan). Rakyat walau dapat mengajukan suara, namun kelompok priyailah yang dominan menentukan kebijakan. 
Namun raja tetap dipandang sebagai penguasa tunggal yang tak terbantakan. Tidak ada usulan kebijakan dari rakyat, namun semoga raja memahami apa yang paling dibutuhkan rakyatnya. 
Rakyat dituntut patuh sepenuhnya kepada Raja karena raja dipercaya memiliki kemampuan –kemampuan khusus. Raja adalah pribadi yang sangat berwibawa, memiliki kekuatan mental dan spiritual. Kekuasaannya berasal langsung dari yang mahakuasa. Maka antara kuasa dan keagamaan sangat dekat, dan melekat pada diri Raja.
17.  Zaman Orde Lama : Mulai muncul demokrasi, bahkan sangat bersemangat.   Maka Terdapat banyak partai politik : komunisme, sosialisme demokrat, islam, nasionalisme demokrat, tradisionalisme Jawa, dll. Demi tetap menjaga semangat kesatuan, Soekarno pernah diangkat menjadi presiden seumur hidup.
18.  Zaman Orde Baru : Demokrasi diutamakan, demokrasi pancasila. Pancasila diwajibkan menjadi semangat kebangsaan. Pancasila sangat dikuatkan. Namun nilai-nilai yang diperkenalkan adalah tafsiran pancasilan menurut pemimpin, terutama presiden. Partai-partai politik disederhanakan menjadi tiga saja, tanpa ada kemungkinan munculnya partai baru. Dan Presiden adalah pemilik partai Golkar. Demokrasi dijalankan dengan cara timpang. Golkar menjadi partai pemerintah sehingga PNS, TNI & POLRI dan keluarganya wajib memilih Golkar. Maka pemenang pemilu sudah pasti Golkar. Tidak ada batas masa tugas presiden, sehingga Soeharto dapat berkuasa selama 32 tahun (Bahkan lebih jika mahasiswa tidak memaksanya turun).  Rakyat memilih dewan perwakilan, dan MPR memilih presiden. Masa ini ditandai dengan korupsi besar-besaran lingkungan pejabat politik, karena lepas kontrol dari rakyat. 

19.  Zaman Reformasi : Ketika Soeharto lengser, euvoria masyarakat tiba-tiba meluap. Reformasi identik dengan kebebasan. Maka muncul lagi puluhan partai politik yang dulu pernah di-merger ke tiga partai besar. Undang-undang pemilu mengalami beberapa kali perubahan, dan diyakini sedang menuju kesempurnaan. Mula-mula Presiden tetap dipilih oleh mayoritas suara di DPR. Ini terjadi pada pemilihan Megawati menjadi presiden. Kemudian pemilihan  dipilih langsung oleh rakyat, itu yang terjadi pada presiden SBY dan Jokowi.
Masa pemerintahan Presiden dan kabinetnya hanya satu kali masa tugas (5 tahun), dapat dipilih untuk satu kali masa tugas lagi. Jadi seseorang dapat menjadi presiden maksimal 10 tahun.
Pemilihan kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) mula-mula juga dipilih oleh DPRD, tapi kini dipilih langsung oleh rakyat. Mekanisme waktu pemilihan lima tahun lalu masih beragam. Dan mulai akhir tahun ini (2015), pemilihan kepala daerah dilakukan secara serentak di semua wilayah.  Masa tugas mereka pun hanya maksimal dua kali masa tugas (10 tahun).

Sosialisasi Politik dalam Pengembangan Budaya Politik
20.  Sosialisasi politik adalah pendidikan politik atau perkenalan politik sebagai proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat.
21.  Gabriel A. Almond : sosialisasi politik adalah cara generasi terdahulu mewariskan pandangan-pandangan, patokan-patokan dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
22.  Richard E. Dawson dkk : Sosialisasi politik adalah pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru dan sarana-sarana sosialisasi kepada warga negara baru ketika mereka beranjak dewasa.
23.  Alfian : sosialisasi politik adalah usaha agar masyarakat dapat mengalami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Sosialisasi ini dapat membentuk prilaku masyarakat yang mendukung pembentukan budaya atau sistem politik ideal.
24.  Sosialisasi Politik berguna agar orang lain  (masyarakat) dapat memiliki pandangan politik yang sama. Sosialisasi politik juga penting untuk mewariskan budaya politik yang baik dari generasi ke generasi. Sosialisasi politik bahkan dapat membuat suatu gerakan politik yang baru: misalnya lewat siaran radio Bung Tomo mempengaruhi seluruh rakyat untuk melawan Inggris di Surabaya. Lewat Radio, jutaan rakyat Filiphina tumpah ruah ke jalan raya untuk melawan presiden Ferdinand Marcos yang korup, sehingga presiden itu pun tumbang.

Proses Sosialisasi
25.  David Easton dan Robert Hess : Sosialisasi politik (khususnya di Amerika) sudah dimulai sejak usia tiga tahun. Mula-mula anak-anak mengenal otoritas – siapa yang berkuasa-  yakni dalam keluarga (ayah – ibu) kemudian otoritas guru-guru di sekolah. Lalu mengenal masyarakat dan pengaturnya. Anak-anak itu punya pandangan yang sama terhadap ayah mereka dan presiden, dianggap tokoh kekuasaan.  Di usia muda mereka mengagumi keindahan negerinya, sehingga mulai timbul rasa syukur dan cinta pada negara. 
26.  Easton dan Dennis menyimpulkan empat tahap perkembangan proses sosialisasi politik :
a.      Pengenalan otoritas melalui induvidu tertentu : orang tua, presiden, polisi, dll.
b.      Pembedaan otoritas internal dan otoritas eksternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah. Misal: Bedanya ayah sama presiden, bedanya Pak Lurah sama Kepala Cabang Bank. Bedanya Polisi dan Satpam, dll.  
c.       Pengenalan institusi-institusi politik yang impersonal, misalnya DPR, Kabinet, KPU, dll. 
d.      Pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat aktif di dalamnya. Misal : bedanya Jaksa dan polisi, MA dan MK, DPR dan KPU. Bedanya tugas presiden dan wakil presiden, dll.
27.  Sosialisasi politik itu bisa secara informal : misalnya karena nontot tivi atau baca berita, atau berbincang dengan orang yang lebih tahu tentang politik. Bisa juga secara formal : misalnya pelajaran di sekolah, mengikuti seminar politik atau ikut dalam organisasi politik
28.  Proses sosialisasi (pendidikan) politik sangat efektif dilakukan oleh partai politik .
Berikut tugas-tugas partai politik : a). Mengumpulkan suara rakyat (konstituen) dan                  b). menyuarakannya dalam sidang parlemen, agar menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. c). Partai politik dapat memberikan pendidikan budaya politik kepada rakyat, d). juga memilih dan mendidik kader-kader berpontesi untuk menjadi pemimpin bijak di masa depan.
29.  Idealnya Sosialasi politik dilakukan dengan cara pendidikan politik. Artinya orang atau pihak yang lebih paham tentang politik memperkenalkan politik yang berbudaya atau beretika. Hal yang jelek adalah melakukan indoktriner: Pihak tertentu melakukan “pemaksaan – cuci otak” agar orang lain hanya menuruti pandangan politik yang dianutnya. 
Budaya Politik Partisan
30.  Harapan kita adalah agar semakin banyak masyarak yang terlibat dalam kehidupan politik. Bukan terutama agar menjadi politisi atau pejabat publik, tetapi agar peduli pada kehidupan berbangsa dan bernegara, peduli pada kepentingan nasional.
31.  Budaya politik partisipan adalah kesadaran masyarakat untuk terlibat aktif dalam kehidupan politik, yakni proses pengambilan kebijakan publik.
32.  Budaya Politik partisipan, menurut Myron Weiner, dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
a.      Modernisasi : Semakin maju suatu masyarakat, informasi lebih mudah diperoleh, sosialisasi politik lebih mudah dilakukan, maka kesadar orang untuk berpolitik semaki tumbuh.
b.      Perubahan struktur kelas sosial : struktur kelas sosial, posisi atau kedudukan orang dalam masyarakat atau politik dapat mempengaruhi keterlibatan, pelaku politik. Seorang kepala desa, tentu lebih aktif berpolitik dibanding seorang warganya yang pedagang.
c.       Pengaruh kaum intelektual dan media massa modern : kaum terpelajar, mereka yang memiliki tingkat pengetahuan lebih baik, akan dapat mempengaruhi masyarakat di sekitarnya, mentransfer ilmunya agar masyarakat ikut berpolitik.
d.      Konflik antara pemimpin politik : jika pemimpin politik terpecah, misalnya perpecahan pada Golkar dan P3, biasanya tiap oposisi berusaha mencari dukungan masyarakat sebanyak-banyaknya, sehingga mereka berusaha melakukan sosialisasi politik kepada calon pendukungnya.
e.      Keterlibatan pemerintah meluas : kalau pemerintah ada dimana-mana, maka pertumbuhan ada di mana-mana. Ini juga dapat merangsang masyarakat untuk bertumbuh dan ikut berpartisipasi, mendukung atau mengeritik kebijakan pemerintah tersebut. Dengan demikian makin banyak yang aktif dalam tiap keputusan publik.  
33.  Bentuk Partisipasi politik ada yang memakai cara konvesional, maksudnya : cara yang biasa dan umum. Cara yang normal dalam berdemokrasi. Misalnya : rapat dengar pendapat, dialog atau diskusi politik. Bermusyawara untuk mencapai mufakat. Ada cari lain yang nonkonvesional, yakni cara yang luar biasa, atau tidak biasa : misalnya revolusi, demonstrasi bahkan bisa konfrontasi (adu fisik) agar kehendak mereka segera diterima.
34.  Kritik Sony Keraf : Ada tiga hal buruk dalam pemerintahan Orde Baru yang membuat macet sosialisasi / pendidikan budaya politik di Indonesia. Pertama, Soeharto memaksa masyarakat untuk hanya boleh memilih atau masuk dalam tiga partai : Golkar, PDI dan PPP. Ini menimbulkan apatis politik dalam masyarakat. Kedua, Golkar menjadi partai utama, partai presiden yang kemenangannya sudah pasti, sebab PNS, TNI dan POLRI wajib memilih golkar. Selain itu Presiden menjadi pemegang kendali Golkar bahkan berpengaruh pada politik dua partai lain. Ini membuat tidak ada kaderisasi dalam partai. Tidak ada calon baru yang muncul. Ketiga, Soeharto membatasi masyarakat untuk terlibat dalam organisasi. Organisasi masyarakat sangat terbatas dan diawasi serius oleh pemerintah. Kecuali lembaga masyarakat yang dibentuk oleh pemerintah sendiri.
35.  Maka Sony Keraf mengusulkan : agar pendidikan politik itu bertujuan menciptakan karakter bangsa (Character Building). Dengan demikian masyarakat tidak lagi loyal atau patuh kepada pemimpin karena statusnya, tapi loyal kepada nilai, visi dan misi. Mereka mencintai pemimpinnya karena pemimpinnya memiliki nilai, visi dan misi kebangsaan yang membela kehidupan seluruh rakyat.




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

AGAMA KATOLIK kelas 12 Sems 1.

Materi AGAMA KATOLIK Sem. 1 kelas 10.

Agama Katolik SMA XI Sem 2