SAMPAH PLASTIK INDONESIA

SAMPAH PLASTIK INDONESIA 

Sampah Plastik vs Jalesveva Jayamahe 
Verdy Ramayanat 


    Abstraksi 

    Salah satu ciri khas sungai-sungai di kota-kota besar Indonesia adala hitam dan berbau. Anis Baswedan, Gubernur Jakarta, pernah melakukan cara praktis dan mahal untuk mengatasi persoalan salah satu sungai di Jakarta yaitu menutupinya dengan kain waring hitam untuk mengatasi baunya yang menyengat. Tahun 2018 Bandung masih memegang record sebagai daerah yang memiliki sungai terjorok di dunia versi World Bank, sungai Citarum. National Geographic menyebutkan 280.000 ton limbah industry dibuang ke Citarum setiap tahunnya. 

          Sejarah Plastik 

         Plastik pertama ditemukan tahun 1862 oleh Alexander Parkes, terbuat dari bahan organic, selulosa. Sifatnya mirip karet namun lebih murah, dapat dibuat transparan dan dapat dibuat dalam banyak bentuk. Penemuan ini hanya dipamerkan namun sulit dipasarkan karena mahalnya bahan baku. Tujuh tahun kemudian penemuan Parkes ini dikembangkan oleh John Wesley Hyatt. Hyatt menggunakan sellulose dari kapas dan kayu. Tidak banyak bahan berarti yang dihasilkannya dari material ini kecuali bola Billiard, sisir, kancing, gigi palsu dan roll film. Sifatnya yang mudah terbakar membuat ilmuwan tetap mencari bahan lain. 
        Leo Baekeland, seorang ahli kimia New York, tahun 1909 berhasil mengembangkan plastik yang betul-betul sintetik berbahan resin (getah pohon) cair. Walau bersumber dari bahan alami, namun ia masuk dalam proses perubahan yang sangat radikal sehingga tidak ditemukan lagi sifat-sifat kimi dan fisika aslinya. Tidak seperti sellulose yang murah rusak, Baekeland menyebut penemuan – yang dinamainya bakelite – ini lebih tahan terhadap panas, bahkan tidak hancur dalam larutan asam cuka. Sekali menjadi plastik ia tidak akan berubah lagi. Penemuan paling memukau tentang plastik adalah Polyvinylidene Chloride. 
        Konon materi ini ditemukan secara kebetulan oleh Ralph Wiley, 1933, ketika ia sedang meneliti suatu materi yang lain di Lab kimia perusahan tempatnya bekerja. Kita mengenalnya dengan sebutan plastik PVC, yang dijadikan bahan paralon, atau mainan anak-anak. Penemuannya ini mula-mula dipakai untuk alat-alat militer karena materinya yang kuat namun ringan. Penemuan ini ternyata dapat pula diterapkan pada prabot rumah tangga seperti ember, gayung atau untuk wadah makanan seperti piring, mangkuk, atau cangkir bahkan panci. 
         Di tahun yang sama, E.W. Fawcett dan R.O. Gibson, dua ahli kimia organik mengembangkan penemuan Hans Vons 1898 yang disebutnya Polyethylene. Polyethylene ini dapat dibentuk setipis-tipisnya namun tetap alot. Maka terciptalah isolasi, atau pembungkus kabel bawah laut yang digunakan masa perang dunia II. Setelah perang produk polyesthylene ini berubah dalam banyak bentuk misalnya, botol minuman, pembungkus makanan, kantong kresek, dan banyak macam lain. Eh, by the way, dari mana datangnya kata plastik dalam Bahasa Inggris yang bunyinya nyaris tidak berubah dalam banyak bahasa yang lain. Kata plastk berasal dari kata plastikos (Yunani) yang berarti dapat dilelehkan. Maka tanah liat dan lilin kadang disebut plastik – bersifat plastik. Kini penggunaan kata plastik lebih diartikan sebagai bahan sintentik – materi buatan. 

  Sampah Plastik di Lautan Lepas 

        Sejak bahan plastik mulai dipakai secara luas oleh toko-toko ritel di Amerika sejak 1974 sebagai pembungkus roti, yang dengan cepat pula memasuki toko-toko lain di seluruh dunia, dan menjadi salah satu kebutuhan yang sulit dipisahkan terutama karena fungsi, bentuknya yang dapat diubah dengan mudah, ringan dan murah. Sejak itu pula plastik bahan adiktif masyarakat dunia, kita betul-betul bergantung padanya dan serentak pula menjadi masalah. Tidak ada yang merasa sangat rugi untuk membeli kemudian membuangnya. 
         Saat ini produksi plastik makin beragam dan dapat mencakup nyaris semua kebutuhan industry, bahkan perlahan menggeserkan kedudukan kaca. Sebenarnya kecemasan tentang sampah sudah mulai muncul bersamaan dengan menjamaknya pemakaian sampah di seluruh dunia sejak tahun 1970-an. Namun belum ada kepedulian serius dari negara-negara penghasil plastik dan konsumennya. Ketika dua decade terakhir ini isu Global Warming makin menguat, muncul pula tuduhan pada sampah dan gas metana yang dihasilkannya adalah salah satu biang keroknya. 
        Di situlah dunia dihadapkan pada kenyataan bahwa rupanya isu sampah itu sendiri telah menjadi sama kritisnya dengan isu Pemanasan Global. Banyak pihak menyesal bahwa kesadaran itu baru muncul ketika sampah plastik sudah terlanjur mencapai yang sangat mencemaskan. Sampah plastik selain merusak ekosistem, ternyata bisa juga masuk ke dalam tubuh manusia dengan sirkulasi yang sangat sederhana: Sampah-sampah plastik menumpuk di daratan, kandungan-kandungan kimianya – misalnya, bisphenol A (BPA) - meresap ke dalam tanah lalu bercampur baur dengan air tanah yang dikonsumi masyarakat. Lebih banyak lagi, sampah tersebut terlepas bebas, dibawa air hujan – atau memang sengaja di buang ke sungai -, lalu berakhir di laut lepas, menjadi mikroplastik, dimakan ikan, ikan kemudian dikonsumi manusia. 
         Di laut lepas sampah tersebut berkumpul membentuk pulau-pulau sampah yang sudah ditemukan sejak tahun 1988/1989. Berdasarkan jurnal Scientific Reports (maret 2018) kumpulan sampah plastik yang mengambang di lautan antara Hawai dan California, terus membesar dan kini telah mencakup areal laut seluas 1,6 juta km², nyaris seluas gabungan seluruh pulau Indonesia (1,9 km²). 
        World Economic Forum pada 2016 menyatakan ada lebih dari 150 juta ton plastik di samudra planet ini. Tiap tahun, 8 juta ton plastik mengalir ke laut sehingga dibutuhkan 500 pesat jet jumbo untuk memuat tumpukan sampah tersebut. Kumpulan sampah sangat luas itu sulit terdeteksi satelit karena banyak yang telah hancur dalam ukuran kecil, berada di bawah permukaan air. Besar pula jumlahnya telah menjadi mikro plastic. Marco Vighi termasuk salah satu dari beberapa peneliti yang melakukan tes untuk melihat jenis polutan apa yang ada mikroplastik. Hasil penelitiannya menyebutkan 15 triliun ton partikel yang diperkirakan mengambang di permukaan laut. 
        Para ahli hingga saat ini angkat tangan jika ditanya bagaimana menangani mikro plastic. Padahal di titik inilah plastic menjadi sangat berbahaya, bukan saja bagi ekosistem laut, tetapi juga bagi kehidupan manusia. Jika dulu ikan disebut sebagai sumber sumber protein teraman dibanding daging sapi, ayam, kambing atau babi, kini mengonsumsi ikan pun dapat disebut tidak aman lagi. Di dalam ikan terdapat banyak unsur plastik yang jika masuk ke tubuh manusia akan menimbulkan pelbagi macam penyakit. Air laut memang bersifat korotif atau penghancur. Namun plastik tidak punah melainkan berubah dalam ukuran yang sangat kecil, lalu melepaskan zat kimia BPA yang jika dikonsumsi oleh manusia, pada akumulasi jumlah tertentu dapat menyebabkan gangguan hormone dan mengganggu sistem kekebalan tubuh. 
        
      Sampah Plastik Indonesia 

        Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Puji Astuti, pernah menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua setelah Tiongkok. Hasil Penelitian Ilmuwan kelautan Universitas of Georgia mengungkapkan Tiongkok sebagai negara konsumen plastik terbesar di dunia. Tiongkok menghasilkan sekitar 11,5 juta ton sampah plastik setiap tahun. Menurut penelitian tersebut, hanya 22% yang diolah dengan baik. Sisanya 8,8 juta ton berakhir di laut lepas. 
         Indonesia di urutan kedua yang menyumbang 3,2 juta ton sampah ke laut lepas. 87% sampah plastik di Indonesia tidak ditangani dengan baik dan dilepaskan ke laut. Saya belum menemukan data akurat tentang seberapa parah pencemaran laut Indonesia akibat sampah. Yang mencengangkan justru laporan perjalanan Kirana Agustina yang bergabung dalam eXXpedition, sebuah ekspedisi yang khusus meneliti masalah sampah di lautan. Ekspedisi yang dimulai bulan oktober 2019 dari pelabuhan Playmount, Inggris, itu menemukan bahwa rupanya Indonesia adalah daerah yang dilewati arus luat dunia. Arus itu membawa serta sampah-sampah dari penjuru dunia. Maka wilayah Indonesia pernah dilewati sampah dunia, atau bahkan sedang tersangkut di dalamnya. 
        Fakta ini tentu saja menambah jumlah sampah di perairan Indonesia, selain sampah produksi dalam negeri yang memang tinggi. Sampah Indonesia diperkirakan masih terus akan bertambah, selain karena Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya sampah yang masih rendah, juga karena terus bertumbuhnya industri minuman yang membutuhan kemasan plastik. Menurut data Kementrian Perindustrian, pada semester pertama 2019 industri minuman tumbuh 24,74%. Perubahan social dan gaya hidup masyarakat turut serta menstimulus pertumbuhan industry minuman dan makanan kemasan di tanah air.
         Selain itu, pertumbuhan massif pasar online turut pula menyumbang sampah plastik bekas kemasan bagi laut Indonesia. Jasa pengiriman JNE misalnya, mengaku terjadi peningkatan pengiriman paket sejak 2010, yakni 30%-40%. Perbulan JNE dapat mengirim 14 juta paket. Sebagian besar pengiriman tersebut adalah berbungkus plastik sebab demikianlah keinginan konsumen yang menghendaki keamanan. Sampah kemasan menduduki peringkat pertama dengan jumlah 146 juta ton per tahun 2015 . 
        Fakta-fakta ini membuat kita pesimis bahwa produksi sampah plastik akan menurun dalam waktu-waktu mendatang. Saat ini saja diperkirakan Indonesia menggunakan 11 juta kg plastik per hari. Angka ini memang tergolong kecil dibanding Kwait dan Amerika; dan sesungguhnya bukan di situ masalahnya. 
        Yang menjadi persoalan adalah bahwa dari 11 juta kg / hari tersebut, hanya 2 juta kg/ hari yang dikelolah dengan baik lewat proses daur ulang sampah. Artinya terdapat 9 juta kg-nya dipastikan akan mencemari tanah atau berujung ke laut lepas. 

          Bahaya Sampah Plastik 
         Ada empat kemungkingan nasib buruk yang akan dialami oleh plastik setelah kita memakainya. Pertama, menumpuk di tempat pembuangan sampah. Tergeletak begitu saja, tanpa penangan yang baik. Sampah-sampah ini menjadi sarang kuman penyakit. Saat musim hujan, sampah plastik dapat menampung air hujann yang kemudian menjadi tempat yang tepat bagi jentik nyamuk bertumbuh. 
         Kedua, beberapa orang yang peduli pada keindahan, memperlakukannya dengan cukup hormat dengan cara menguburnya.  Cara ini menghindari satu masalah namun tetap menimbulkan masalah lain, yakni bahwa sampah plastik membutuhkan ratusan tahun untuk mengalami kehancuran. Meski demikian, plastik yang telah hancur tetaplah plastik, ia hanya berubah menjadi lebih kecil dan sangat kecil. Plastik-plastik kecil inilah yang diserap oleh air tanah yang kemudian ada bercampur dengan air konsumsi. Jika bukan dikuburkan, ada pula sampah yang dibakar. Sama seperti sampah yang dikubur, cara ini sebenarnya hanya memindahkan efek negative dari tanah ke udara yang akan kembali ke bumi oleh hujan dalam bentuk asam. Itu yang menyebabkan para ahli kesehatan tidak menganjurkan untuk menampung air hujan untuk dikonsumsi begitu saja tanpa proses firtelisasi dan sterilisasi yang sempurna. 
        Ketiga : Plastik yang jauh lebih besar jumlahnya mengalami nasib tidak kurang mengenaskan. Mereka dibuang begitu saja di tepi jalan, di selokan, di halaman, di tepi hutan. Sampah ini kemudian dibawah air hujan menuju selokan atau sungai lalu terus berlayar hingga laut lepas. Selain menjadi mikroplastik yang dapat secara tidak sengaja dikonsumsi oleh makluk laut, plastik-plastik besar justru dimakan begitu saja oleh makhluk laut besar karena warna-warninya yang menarik. Hal terakhir ini sudah banyak terbukti dengan ditemukannya sampah plastik dalam tubuh hewan-hewan laut, salah satu yang menggembarkan publik Indonesia adalah ditemukan seekor paus besar yang tewas di tepi laut Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 18 Nov 2018. Dari dalam perutnya dikeluarkan macam-macam sampah plastik seberat 9,5 kg. Besar dugaan raksasa laut itu tewas karena sampah-sampah tersebut. Sampah plastik secara langsung merupakan perusak ekosistem bumi, terutama di lautan luas. Ada prediksi bahwa di tahun 2050 nanti jumlah ikan di Samudra akan kalah jumah dibanding sampah. Itu artinya mereka hidup di antara sampah, menghisap dan memakan sampah. Selanjutnya ikan menjadi daging yang tidak layak konsumsi – itu pun kalau masih ada ikan yang sanggup beradapatasi dengan lingkungan sampah di sekitarnya. Sampah di laut merusak rantai makanan laut, pertama dengan menghambat pertumbuhan dan membunuh pitoplanton. Hewan-hewan kecil akan mati kelaparan, demikian selanjutnya hewan-hewan pada rantai di atasnya. Jika jumlah sampah di laut lepas tetap tidak terkendali maka jumlah ikanlah yang menyusut; suatu rumusan yang sangat sederhana namun berdampak sangat rumit. 

      Pengolahan Sampah 
Nasib keempat, plastik yang tetap dihargai, bernilai ekonomis. Plastik yang beruntung ini dianggap bukan sampah, dia tetap disebut plastik, tetap memiliki nilai dengan fungsi berbeda. Botol bekas minuman berubah menjadi tempat pensil, anak yang bosan dengan fungsinya dengan tempat pensil mengubahnya menjadi pot untuk sayuran (reuse), dibawah ke tempat pengolah sampah dan keluar kembali menjadi produk lain (recycle). Beberapa inofasipun bermunculan, misalnya mencamurkan cacahan sampah plastik dalam batu bata, dinding rumah berbahan plastik, meja dan kursi dari botol bekas. Sebuah perusahan di Ghana popular memproduksi batu bata berbahan plastik yang digunakan pemerintah Ghana untuk pembuatan trotoar. 
         Karyanto Wibowo, Director Sustainabale Develepment dari PT. Danone Indonesia, dalam sebuah talkshow di Metro TV memandang perlu adanya perubahan cara pandang tentang tentang plastik. Sampah tidak boleh jadi sampah, melainkan beralih fungsi. Seperti sifat plastik yang awet hingga ratusan tahun, mestinya fungsinya pun bisa awet atau berubah-ubah ratusan tahun. Sampah plastik dapat diolah secara swadaya oleh masyarakat, atau mengumpulkannya untuk dikirim ke tempat pengolahan sampah plastik, yang saat ini sedang digalakkan pertumbuhannya oleh pemerintah. 
            Berdasarkan Perpres no. 97 tahun 2017, tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengolahan Sampah Rumah Tangga dan sampah sejenisnya, menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 hingga 70 persen pada tahun 2025. Strategi pengolahan sampah ini mesti melibatkan semua masyarakat dan digalakan secara serius terutama oleh pemerintahan daerah. 
        Pemerintah pusat perlu pula memikirkan insensif bagi para pelaku pengolahan sampah, misalnya kelompok pemulung dan industri daur ulang. Dini Trisyanti menyebutkan sebuah persoalan praktis pengolahan sampah, bahwa sampah di lautan Indonesia juga disumbangkan dari plosok-plosok negeri. Daerah-daerah jauh ini tidak terjangkau oleh system pengolahan sampa terpadu. Itu sebabnya muncul data dari 58 juta ton sampah hanya 10% yang dapat ditangani dengan baik. 
            Maka memang ada baiknya tiap daerah – yang belum memiliki tempat pengolahan sampah – membangun system pengumpulan sampah. Pemerintah pusat selanjutnya menyiapkan sarana dan jalur distribusi agar sampah dari daerah-daerah terpencil dapat sampai ke tempat pengolahan sampah. Dalam hal pembentukan kesadaran masyakat tentang pengolahan sampah, lewat dunia Pendidikan adalah salah satu cara yang paling tepat dan cepat. Terdapat 45,3 Juta penduduk Indonesia adalah pelajar, artinya terdapat 45,3 agen yang punya kepedulian terhadap sampah. Minimal, mereka mulai tertib membuang sampah pembungkus jajan atau lebih memilih jajanan berpembungkus organik dari pada plastik (reduse). 

            Pada tingkat selanjutnya mereka dapat dilatih untuk daur ulang (recycle dan reuse). Strategi terakhir ini sudah diterjemahkan dengan baik oleh Sekolah Talenta yang telah memiliki divisi pengolahan sampah sejak empat tahun lalu. 

      Belajar Dari Kenya 

         Sudah banyak negara yang mengeluarkan peraturan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai, semacam kantong belanja atau pembungkus makanan. Indonesia telah memulainya sejak tahun 2016. Setahun kemudian Kenya mengikuti. Namun Kenya melangkah jauh lebih berani: yakni dengan menyertakan ancaman hukuman kurungan 4 tahun atau denda 19.000 hingga 30.000 dollar AS. Banyak orang kuatir akan dampaknya sebab ketergantungan Kenya pada plastik sangat tinggi, 100 juta lembar per tahun dari pasar swalayan. Terdapat 170 perusahan plastik, dan melibatkan 60.000 pekerja atau 3 % dari seluruh tenaga kerja negeri tersebut. 
         Namun ternyata keputusan pemerintah, yang direstui oleh pengadilan tinggi Kenya, ini tidak berdampak social dan ekonomi yang berarti. Alih-alih, larang tersebut justru memunculkan ide kreatif masyarakat Kenya untuk menciptakan tas bawaan alternative yang ramah lingkungan. Kota Nairobi yang sebelumnya dikenal sebagai kota sampah kini bersih total dari sampah plastik. Tidak ada lagi orang konyol yang ditemui sedang petenteng dengan kantong plastik. Di negara ini kantung plastik adalah hal paling memalukan dan menakutkan untuk diperlihatkan. Kesuksesan transformasi dalam mengatasi persoalan sampah plastik ini mengundang decak kagum negara-negara dunia, yang menjadikannya tuan rumah sidang PBB tentang leingkuangan (UNEA) ke-4 (Maret 2019).
         Indonesia turut hadir ketika itu, namun sangat disayangkan Indonesia justru tidak secara tegas mendukung usulan India dan Uni Eropa untuk menghentikan produksi plastik sekali pakai. 
         Walau demikian, tercatat 18 daerah di Indonesia menggunakan hak otonomi daerah untuk melarang penggunaan plastik. Banjaramasin adalah kota pertama yang menerapkannya dan berhasil mengurangi penggunaan 52 juta lembar per tahun. 
        Jawa Barat hingga kini masih mengkaji pelarangan serupa meski pemkab Bogor sudah lebih dahulu menetapakannya. Ridwan Kamil, ketika masih menjawab wali kota Bandung, pernah mengeluarkan larangan penggunaan Styrofoam sejak November 2016. Namun dampaknya belum meluas dan belum dilaksanakan secara ketat, salah satu masalah adalah tidak tersedianya bahan pengganti yang sama praktisnya dengan material yang selama ini ada. Tanpa Styrofoam pedagang akhinya memilih kantungng plastik yang stali tiga uang dengan styrofoam. # # # 


Pustaka
  1. Majalah Kompas, 11 April 2019 
  2. Merdeka. Com : 5 Negara Penghasil Sampah Plastik Terbanyak Sejagat, Indonesia Ada?, Sabtu, 17 Agustus 2019 
  3. https://www.idntimes.com/science/discovery/eka-supriyadi/menurut-world-bank-citarum-merupakan-sungai-terkotor-di-dunia-c1c2 
  4. https://id.wikipedia.org/wiki/Plastik 
  5. https://news.detik.com/berita/d-4315147/data-mengerikan-soal-sampah-plastik-di-lautan (Sabtu, 24 Nov 2018 11:21 WIB) 
  6. Liputan6.com/health/read/3947275/dari-ikan-ke-manusia-mikroplastik-bisa-merusak-organ-tubuh. 22 Apr 2019 
  7. https://www.bbc.com/indonesia/majalah-49828955, 26 September 2019 
  8. https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20190721140139-33-86420/sebegini-parah-ternyata-masalah-sampah-plastik-di-indonesia, CNBC Indonesia, 21 July 2019 
  9. https://ekonomi.bisnis.com/read/20191003/257/1155376/kinerja-industri-minuman-moncer, Bisnis.com, 03 Oktober 2019 
  10. https://internasional.kompas.com/read/2018/11/21/18465601/sampah-plastik-dunia-dalam-angka?page=all, Kompas.com, 21/11/2018

Comments

Popular posts from this blog

AGAMA KATOLIK kelas 12 Sems 1.

Materi AGAMA KATOLIK Sem. 1 kelas 10.

Agama Katolik SMA XI Sem 2